Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana Banguningsih Pramesti menyatakan, ada ketidakseimbangan kepadatan lalu lintas yang semakin bertambah dengan pertumbuhan infrastruktur moda transportasi.

Pernyataan Polana ini menanggapi hasil survei Tomtom yang menyatakan angka kemacetan di Jakarta tak mengalami penurunan selama setahun terakhir.

Dilihat dalam situs web resminya, pada tahun 2018, Tomtom menyebut tingkat kemacetan Jakarta sebesar 53 persen. Pada 2019, tingkat kemacetan stagnan dengan angka yang sama. Padahal, sistem ganjil-genap telah berlaku sejak September 2019.

"Jumlah kendaraan yang melintasi Jakarta pada 2015 sekitar 47 juta. Sekarang, sudah bertambah hampir dua kali lipat, sekitar 88 juta. Sementara, penambahan infrastrukturnya belum linier," kata Polana saat dihubungi, Jumat, 31 Januari.

Polana menyebut, ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan Pemprov DKI untuk menurunkan angka kemacetan selain penerapan ganjil-genap pada 25 ruas jalan raya.

Pertama, penerapan ganjil-genap di gerbang tol diperluas untuk seluruh tol yang datang dari arah Bekasi, Tangerang, dan Bogor. Tujuannya untuk mengurangi jumlah kendaraan yang masuk dari daerah penyangga.

"Ganjil-genap di pintu-pintu tol diterapkan, tapi didukung dengan integrasi bus-bus massal yang premium. Pengguna tol kan rata-rata pengguna kendaraan pribadi yang memang mau bayar lebih untuk bisa sampai ke tempat tujuan," papar Polana.

Kemudian, Gubernur DKI Jakarta mesti mempercepat penerapan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP). Selain itu, perbanyak jangkauan angkutan umum massal yang terintegrasi.

Sebenarnya, rencana pengurangan kendaraan itu semua sudah tertuang dalam Rencana Induk Transportasi Jakarta (RITJ). Namun, belum semuanya terlaksana karena RITJ baru dimulai sejak pertengahan tahun 2018.

"Pada tahap pertama sampai akhir 2019 kemarin, kita sedang evaluasi capaian RITJ seberapa. Namun, perlu waktu lah. Mudah-mudahan tahun ini sudah ada progres," katanya.

Sebagai informasi, survei Tomtom pada 2019 melibatkan setidaknya 416 kota dari 57 negara di enam benua. Penelitiannya melibatkan berbagai unsur seperti pengendara, kebijakan pemerintah, rencana tata kota, hingga produksi kendaraan.

Peringkat pertama dengan angka kemacetan tertinggi berada di Bengaluru, India dengan tingkat kemacetan 71 persen. Kedua, Manila, Filipina dengan tingkat kemacetan 71 persen. Ketiga, Bogota, Kolombia dengan tingkat kemacetan 68 persen.

Sementara, Jakarta menempati posisi kesepuluh kota termacet di dunia. Angka kemacetan di Jakarta tidak berkurang, tapi peringkatnya menurun dari tahun 2018 yang menempati peringkat 7. Menurunnya pringkat kemacetan disebabkan adanya penambahan 13 kota baru yang disurvei Tomtom. Terhitung, pada tahun 2018 terdapat 403 yang diurvei dan 2019 naik menjadi 416.

Dari 13 kota yang baru dimasukan itu, tiga di antaranya langsung menyalip tingkat kemacetan yang lebih tinggi dari Jakarta. Kota-kota itu di antaranya adalah Bengaluru dari India, Manila dari Filipina, dan Pune dari India.

Dalam laman resmi Tomtom juga menyebutkan waktu termacet di Jakarta di 2019 terjadi pada hari Jumat pukul 17.00-18.00 WIB. Ia meminta warga Jakarta menghindari waktu itu untuk kenyamanan berkendara.

Selain itu, di 2019, hari paling tidak macet adalah pada tanggal 4 Juni. Hari ini bertepatan dengan libur Idul Fitri ketika warga Jakarta tengah ramai melakukan mudik ke kampung halaman. Kemudian, untuk hari paling macet selama setahun jatuh pada tanggal 6 Maret 2019. Tingkat kemacetannya bahkan mencapai 91 persen. Padahal rata-ratanya dalam satu tahun adalah 53 persen.

Data lainnya menunjukan ketika jam kerja, hari Senin pagi menjadi waktu paling macet setiap harinya. Sementara ketika malam hari, Jumat menjadi saat paling macet dengan rata-rata mencapai lebih dari 90 persen.