Bagikan:

JAKARTA - Dua terdakwa perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), Jaksa Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya membuka fakta-fakta baru dalam persidangan. Salah satunya perihal pertemuannya dengan Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia.

Mereka berangkat ke kantor Joko Tjandra pada 25 November 2019 dan pulang ke kembali ke Indonesia, sehari kemudian. Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pertemuan ini membicarakan perihal action plan dan surat kuasa jual.

Pada rencana awal, action plan itu dibuat untuk menolong Joko Tjandra agar tidak dieksekusi dalam perkara cassie Bank Bali. Sehingga, beberapa upaya hukum serta perjanjian lainnya tertera jelas.

Meski dalam persidangan, Andi Irfan Jaya membantah perihal itu. Bakan, dia mengatakan jika tak pernah membuat atau mengetahui soal action plan tersebut.

"Saya enggak pernah buat action plan dan nggak pernah kirim," ujar Andi Irfan Jaya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Desember.

Terlepas dari dakwaan jaksa, Andi Irfan memang sudah memiliki firasat jika pertemuannya dengan Joko Tjandra akan berujung masalah di kemudian hari. Dengan alasan itulah dia mencoba menghilangkan bukti foto yang memperlihatkan kebersamaan mereka.

"Karena di berita pertemuan-pertemuan itu menjadi sebuah masalah," ucap Andi Irfan Jaya.

Penghilangan alat bukti itu dengan cara membuang ponselnya ke laut di Pantai Losari, Makassar. Meski demikian, firasatnya itupun terbuki. Sebab, penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus melayangkan surat panggilan pemeriksaan terhadapnya.

"Jadi begini pak, pada saat saya diperiksa, saya menyadari bahwa kalau persoalan ini berlanjut maka ini suatu hari nanti menjadi polemik," kata dia.

"Saya punya pilihan waktu itu mengatakan bahwa saya salah tapi akan menjadi lebih salah lagi kalau saya berbohong," sambung Andi Irfan Jaya.

Walaupun mengaku khwatir setelah terlibat dalam pertemuan itu, nyatanya Andi Irfan tetap menyetujui ajakan Pinangki untuk menemaninya bertemu Joko Tjandra. Mantan politikus NasDem ini berdalih menyetujui karena senang bisa ke luar negeri tanpa mengeluarkan biaya.

"Yang ada di hati saya waktu itu mungkin kurang lebih saya senang pak diajak jalan, tidak bayar lagi," kata dia.

Sementara jika beralih ke alasan Pinangki, dia mengajak Andi Irfan Jaya untuk bertemu Joko Tjandra karena saat itu sedang intens berkomunikasi. Terlebih, mereka juga sudah saling kenal cukup lama.

"Jadi pada saat itu kebetulan yang memang sedang komunikasi dengan saya intens itu Andi Irfan," kata Pinangki.

Tapi pada rencana awal, sebenarnya Pinangki sudah mengak orang lain untuk menemaninya. Dia yakni perempuan bernama Endang. Tapi karena pada saat-saat terakhir, Endang tak bisa berangkat ke Malaysia. 

Sehingga, dengan kondisi itu Pinangki mengajak Andi Irfan Jaya. Bahkan, dalam ajakannya, Pinangki juga sudah menjelaskan tujuan mereka ke Malayasia.

"Dan kebetulan last minute mba Endang-nya nggak bisa ikut, saya minta Andi Irfan menemani," ungkap dia.

Bahkan, majelis hakim yang kala itu mendengar jawaban itu kemudian melontarkan pertanyaan mengapa Pinangki tak mengajak suaminya. Lantas, dijawab sambil meneteskan air mata jika saat itu hubungan pernikahannya sedang tak berjalan baik.

"Pada saat itu saya dengan suami sedang ada masalah," kata Pinangki.

Awal Perkenalan

Pada persidangan sebelumnya, Andi Irfan Jaya juga sempat menceritakan awal perkenalannya dengan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Semua bermula pada 7 tahun lalu ketika Andi Irfan Jaya masih berkerja di ibu kota.

"Saya kenal Bu Pinangki sekitar 7 tahun yang lalu saat saya masih bekerja di Jakarta, waktu itu saya berjumpa di rumah makan Merah Delima di Jakarta Selatan," kata Andi Irfan.

Ditempat makan itulah, Andi Irfan memberanikan diri untuk berkenalan dengan Pinangki. Sehingga, hubungan mereka pun semakin dekat.

"Saya ajak beliau berkenalan," kata Andi Irfan.

"Saat itu saya lihat beliau di situ sendirian lalu saya ajak berkenalan dan mau," sambung Andi Irfan.

Dalam perkenalannya itu, Andi Irfan menyebut jika Pinangki belum memiliki suami. Mereka pun sering bertemu untuk sekadar berbincang-bincang. Hingga akhirnya, dia menganggap Pinangki sebagai sahabatnya.

"Setelah itu sering berkomunikasi, kalau bertemu maka kadang-kadang. Materi pembicaraan sebenarnya bebas tapi yang paling sering terkait dengan anak, keluarga," ungkap Andi Irfan.

"Saya kurang tahu beliau menganggap saya sahabat atau bukan tapi buat saya terdakwa adalah sahabat," tambah Andi Irfan.

Sekadar informasi, dalam perkara ini Andi Irfan Jaya yang berperan sebagai perantara didakwa dengan Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Kedua, Pasal 15 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 15 jo Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.