Bagikan:

JAKARTA - Misi penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ke China diperkirakan akan dimulai Januari 2021, ketika tim dari WHO tiba. Tim akan menyelidiki bagaimana virus corona melompat dari hewan ke manusia. Tim juga akan mencari tahu kemungkinan virus muncul lebih awal atau di tempat berbeda dari yang diperkirakan selama ini

Mengutip The Guardian, Kamis, 17 Desember, ahli biologi di Robert Koch Institute Jerman, Fabian Leendertz, bersama anggota tim misi berjumlah sepuluh mengatakan akan bekerja dengan ilmuwan China selama empat hingga lima minggu. Kebanyakan ilmuwan mengira virus Sars-Cov-2 bermula pada hewan di China, yang kemungkinan besar kelelawar, sebelum melompat ke manusia.

Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di Kota Wuhan pada akhir Desember 2019 dan dikaitkan dengan pasar hidangan laut. Lebih dari 73,4 juta orang telah didiagnosis dengan virus tersebut dan 1,63 juta telah meninggal.

Tim WHO akan melihat sampel medis yang disimpan dan sinar-X dari sebelum wabah pertama kali diketahui untuk melihat apakah virus itu menyebar lebih awal dari perkiraan. Tim WHO juga akan mengambil sampel dari kelelawar dan spesies lain untuk mencoba melacak hewan tempat virus pertama kali muncul.

"Kemudian untuk melihat ke mana jalur itu membawa kami, apakah itu kota lain atau apakah itu tetap di Wuhan atau ke mana arahnya," kata Leendertz. Ia juga menambahkan ada kemungkinan bahwa pasar makanan laut di Wuhan "hanya peristiwa penyebaran besar pertama atau salah satu dari yang pertama."

“Ruang lingkup besar adalah mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Bagaimana virus melompat dari hewan mana yang mungkin menjadi inang perantara dan kemudian ke manusia. Untuk merekonstruksi skenario," kata Leendertz.

Selain karantina pada saat kedatangan, Leendertz mengatakan dia tidak mengetahui adanya batasan pada tim. Ia juga menekankan semua penelitian yang dilakukan bukan untuk mengetahui siapa yang salah dari pandemi. “Akan ada laporan dari misi itu, tapi saya cukup yakin (itu) tidak akan memberikan jawaban lengkap,” katanya.

“Ini benar-benar bukan tentang menemukan negara yang bersalah. Ini tentang mencoba memahami apa yang terjadi dan kemudian melihat apakah berdasarkan data tersebut, kami dapat mencoba mengurangi risiko di masa mendatang," jelas Leendartz.

Sumber virus menjadi subjek klaim konspirasi dan tuduhan penutupan kasus COVID-19. Masalah tersebut juga memicu perselisihan diplomatik, terutama antara Amerika Serikat (AS) dan China. Upaya awal oleh otoritas China untuk menutupi wabah, termasuk menahan jurnalis dan menghukum dokter, dan keengganan mengizinkan WHO atau orang lain untuk menyelidiki di dalam China hanya menambah permusuhan sepanjang tahun.

WHO sempat mengirim tim peneliti ke China pada Juli untuk membantu memahami "bagaimana virus berawal." Otoritas China dan media pemerintah baru-baru ini meningkatkan kampanye yang menunjukkan bahwa virus itu tidak berasal dari China, termasuk munculnya laporan keberadaan virus sebelumnya ada di Italia. Meski demikian, peneliti sendiri melabeli klaim tersebut sebagai propaganda.

"Semua bukti yang tersedia menunjukkan bahwa virus corona tidak dimulai di Wuhan, China tengah," kata The People's Daily mengatakan dalam sebuah unggahan media sosial.

Michael Ryan, direktur program kedaruratan kesehatan di WHO mengatakan, akan sangat spekulatif untuk membantah bahwa penyakit itu tidak muncul di China. “Jelas dari perspektif kesehatan masyarakat bahwa Anda memulai penyelidikan di tempat kasus manusia pertama kali muncul.”

WHO sendiri telah menghadapi tuduhan bahwa mereka terlalu "baik" kepada China pada bulan-bulan awal munculnya COVID-19. WHO menerima klaim yang kemudian terbukti tidak benar termasuk klaim tidak adanya penularan dari manusia ke manusia, yang membuat dunia terlambat untuk merespons.