Bagikan:

JAKARTA - Anggota Puslabfor Polri, Hery Priyanto, menyebut menemukan adanya upaya mematikan DVR CCTV atau disebut dengan istilah abnormal shutdown. Dari hasil pendalaman ditemukan 26 kali percobaan hanya dalam 4 hari.

Keterangan itu disampaikan Hery saat bersaksi di kasus obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.

Kesaksian itu bermula saat Hery menerangkan hasil pendalaman DVR CCTV pos keamanan kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

“Perlu saya sampaikan, ahli memeriksa terhadap DVR itu, pertama dalam satu unit DVR ditemukan informasi terdapat fisik media penyimpan berupa hardisk, namun terdapat pesan peringatan berupa tidak ada disk atau hardisk tidak terdeteksi dalam sistem DVR," ujar Hery dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 1 Desember.

"Selanjutnya kami lakukan pemeriksaan metode Forensik, kami temukan hardisk tersebut tidak dikenali sebagai file sistem, dan tidak terdapat file apapun," sambungnya.

Pendalaman DVR CCTV mulai mengarah ke log file dan menemukan 300 log file. Lalu, lanjut Hery, diputuskan pengambilan sampel dari tanggal 8 hingga 13 Juli.

Hasilnya, ditemukan upaya mematikan DVR atau perangkat secara paksa sebanyak 26 kali. Jumlah itupun terjadi dalam empat hari.

"Kami temukan jejak digital berupa abnormal shutdown, pada tanggal 13 Juli 2022 sebanyak 17 kali, tanggal 12 Juli 2022 sebanyak 7 kali, tanggal 10 Juli sebanyak satu kali, dan tanggal 8 Juli sebanyak satu kali," ungkapnya.

Menurutnya, abnormal shutdown merupakan upaya paksa mematikan DVR. Penyebabnya, bisa aliran listrik yang terputus atau pun dicabut.

"Kegiatan abnormal ini kegiatan yang kami tangkap dari log file di mana DVR itu dimatikan secara tidaknormal. Jika dimatikan secara normal ada log file power off dan on. Apabila kita matikan secara sempurna maka akan menimbulkan logfile power of dan on," ungkapnya.

"Ketika kita menemukan log file abnormal shutdown maka ada upaya mematikan secara paksa atau tidak prosedural bisa mati lampu atau dicabut," sambung Hery.

Mendengar kesaksian itu, hakim pun mempertanyakan dapat yang terjadi pada DVR dengan adanya upaya mematikan paksa tersebut.

Herry menyebut hal yang ditimbulkan mulai dari kerusakan ringgan hingga hilangnya data-data pada DVR tersebut.

"Efeknya apa?" tanya hakim.

"Efeknya pengaruh tersebut bisa berpengaruh kepada sistem penyimpanan yang ada di DVR tersebut," jawab Hery.

"Hilang?" hakim menegaskan.

"Bisa Yang Mulia, atau tidak terdeketsi. Karena ketika DRV kita nyalakan seperti sebuah komputer, memiliki sistem hardisk yang mana merekam kegiatan. Ketika berputar ketika kita matikan secara tidak normal mati paksa maka akan terkunci, namun ada beberapa kali dua kali sampai tiga kali maka akan timbul dari beberaap kasus hardisk tersebut tidak terbaca akan rusak. Hardik tersebut akan rusak di dalamnya," kata Hery.

Sebagai informasi, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria didakwa secara bersama-sama mengamankan alat bukti berupa CCTV dari pos security Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Keduanya didakwa dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP