MATARAM - Bendahara Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kecamatan Pringgasela Saipuddin yang menjadi terdakwa dalam perkara pencatutan 22 nama guru untuk kebutuhan pengajuan kredit di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusa Tenggara Barat Cabang Aikmel dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Lombok Timur Lalu Mohamad Rasyidi mengatakan penuntut umum menyatakan tuntutan demikian dengan merujuk fakta persidangan yang mengarah ke dakwaan primer.
"Dakwaan primer itu menguraikan tentang tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan dan perekonomian negara," kata Rasyidi dilansir ANTARA, Rabu, 30 November.
Aturan pidana tersebut berkaitan dengan pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain menuntut agar hakim menjatuhkan pidana hukuman 7 tahun penjara, penuntut umum turut menetapkan pidana denda Rp300 juta subsider 5 bulan kurungan.
Kepada hakim, penuntut umum juga meminta agar membebankan terdakwa Saipuddin membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp986 juta subsider 3,5 tahun penjara.
Dalam sidang tuntutan yang digelar Selasa (29/11) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, majelis hakim yang diketuai I Ketut Somanasa turut mendengarkan tuntutan untuk terdakwa dua yakni Afif Muafi, pegawai BPR NTB Cabang Aikmel.
Rasyidi mengatakan penuntut umum meminta hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan.
Dalam uraian tuntutan, lanjut Rasyidi, terdakwa Afif tidak dibebankan uang pengganti seperti Saipuddin. Namun, uang titipan pengembalian kerugian negara dari terdakwa Afif senilai Rp19,5 juta diminta untuk dikembalikan ke BPR.
BACA JUGA:
Penuntut umum dalam tuntutan turut menetapkan agar kedua terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Dalam dakwaan penuntut umum telah menguraikan peristiwa pidana dari pencatutan nama guru untuk kebutuhan pengajuan kredit di BPR tersebut mengarah pada tindak pidana korupsi kredit fiktif.
Terdakwa Saipuddin mengajukan kredit dengan memanfaatkan jabatan sebagai Bendahara UPT Dinas Dikbud Cabang Aikmel.
Bekerja sama dengan terdakwa Afif sebagai pegawai di BPR NTB Cabang Aikmel, Saipuddin mengajukan kredit di tahun 2020 dengan mencatut 22 nama guru.
Setiap nama, Saipuddin membuat pengajuan pinjaman uang Rp50 juta hingga terjadi pencairan anggaran sedikitnya Rp1 miliar. Anggaran yang telah cair tersebut yang kemudian menjadi angka kerugian sesuai hasil audit Inspektorat Lombok Timur.