42 Drum PG yang Ditemukan Bareskrim di CV Chemical Samudera Mengandung EG Melebihi Ambang Batas
Bareskrim Mabes Polri/ Foto: Rizky Sulistio/ VOI

Bagikan:

JAKARTA - Dua perusahaan farmasi yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri, terbukti telah memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar kemanfaatan dan mutu. PT. Afi Farma Pharmaceutical Industry diketahui menggunakan propylen glycol (PG) yang mengandung ethylen glycol melebihi ambang batas.

"Barang bukti yang diamankan yakni sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT. A, berbagai dokumen termasuk PO (purcashing order) dan DO (delivery order) PT. A dan hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT. A," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 17 November.

Irjen Dedi menjelaskan, pada praktiknya, PT Afi Farma Pharmaceutical Industry diduga mendapatkan bahan baku tambahan tersebut dari CV Chemical Samudera (CS).

Setelah Bareskrim bekerjasama dengan BPOM, di lokasi CV Chemical Samudera (CS) ditemukan sejumlah 42 drum propylen glycol (PG). Setelah dilakukan uji lab oleh Puslabfor Polri mengandung ethylen glycol (EG) yang melebihi ambang batas.

"42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, ditemukan di CV. SC," tambahnya.

Dari hasil pemeriksaan penyidikan, PT. Afi Farma Pharmaceutical Industry dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

"PT. A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi," ujarnya.

Akibatnya, PT. Afi Farma Pharmaceutical Industry selaku korporasi diganjar Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.

Sementara untuk CV Chemical Samudera (CS) dijerat Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.