JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Juliari Batubara saat menjadi Menteri Sosial murni penegakan hukum. Tidak berkaitan dengan jabatannya di partai.
Diketahui, Juliari Batubara tersangka suap dana bansos ini merupakan kader dari PDI Perjuangan. Selain itu dia juga menjabat sebagai wakil bendahara umum partai.
"Perlu kami tegaskan, perkara-perkara yang ditangani KPK murni penegakan hukum bukan soal terkait adanya latar belakang sosial politik para pelakunya," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri saat dihubungi wartawan, Jumat, 11 Desember.
Dia menegaskan, dalam kasus ini, KPK telah mempunyai bukti permulaan berupa adanya dugaan uang yang diterima oleh Juliari Batubara sebagai pejabat negara. Uang itu dari kutipan Rp10.000 dari setiap paket basos yang akan diberkan kepada rakyat akibat pandemi COVID-19 di Jabodetabek.
Lalu, apakah duit hasil suap Juliari mengalir ke partainya? KPK belum bisa menyimpulkan hal itu. Sebab, kata Ali, kasus ini masih dalam proses penyidikan. Sehingga masih dilakukan pemeriksaan lebih jauh.
"Terkait aliran tentu ini materi penyidikan yang akan terus digali dan dikonfirmasi dari saksi-saksi yang akan dipanggil dan dipriksa tim penyidik," tegasnya.
BACA JUGA:
Dalam kasus Juliari Batubara dijadikan tersangka karena menerima suap. Suap yang diterima Juliari sebesar Rp17 miliar. Duit itu diterima juliari dalam dua tahap. Pertama dia menerima uang suap senilai Rp8,2 miliar yang sebagiannya sudah dipakai untuk keperluan pribadi.
Penerimaan kedua sebesar Rp8,8 miliar. Duit ini didapatkan dari kutipan bansos yang dilakukan periode Oktober-Desember 2020.
Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) Matheus Joko Santoso dan Adi sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.
KPK menjerat Juliari dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 (i) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, selaku pemberi suap, yaitu AIM dan HS, disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan TIndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.