Bagikan:

JAKARTA - Aparat Turki bergerak cepat merespon ledakan di Jalan Istiklal Istanbul yang menewaskan enam orang. Pelaku --yang diduga meninggalkan bom-- kabarnya sudah ditangkap.

Informasi ini disampaikan Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu seperti dilihat dari akun Twitter kantor berita Anadolu Agency, Senin 14 November.

"Perintah untuk serangan teror mematikan datang dari Ayn al-Arab di Suriah utara, di mana PKK/YPG memiliki markas besarnya di Suriah,” kata Soylu seperti dikutip.

Turki janji tak akan tinggal diam dengan aksi teror ini. Mereka memastikan akan mengusut dan melawan seluruh teror yang menyerang Turki.

Sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut ledakan di Istanbul sebagai serangan bom berbau terorisme, memastikan pelakunya akan dihukum sesuai ketentuan.

Ratusan orang melarikan diri dari Istiklal Avenue yang bersejarah setelah ledakan, saat ambulans dan polisi bergegas masuk. Daerah itu, di Distrik Beyoglu, seperti biasa pada akhir pekan penuh sesak dengan pembeli, turis dan keluarga.

Rekaman video yang diperoleh Reuters menunjukkan momen ledakan terjadi pada pukul 16.13 waktu setempat, mengirimkan puing-puing ke udara dan meninggalkan beberapa orang tergeletak di tanah, sementara yang lain terhuyung-huyung.

Beberapa jam setelah ledakan, Wakil Presiden Fuat Oktay mengunjungi lokasi tersebut untuk memberikan jumlah korban tewas dan cedera terbaru, dan berjanji untuk menyelesaikan masalah ini "segera".

Pihak berwenang mengatakan, seorang pekerja kementerian pemerintah dan putrinya termasuk di antara yang tewas. Lima orang dalam perawatan intensif di rumah sakit, dua di antaranya dalam kondisi kritis.

Diketahui, Istanbul dan kota-kota Turki lainnya pernah menjadi sasaran separatis Kurdi, militan Islam, dan kelompok lain, termasuk dalam serangkaian serangan pada 2015 dan 2016.

"Upaya untuk mengalahkan Turki dan rakyat Turki melalui terorisme akan gagal hari ini seperti yang mereka lakukan kemarin dan besok," kata Presiden Erdogan pada konferensi pers sebelum terbang ke Indonesia untuk pertemuan puncak G20, melansir Reuters 14 November.