JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan tak ada perlakuan spesial bagi Lukas Enembe. Pemeriksaan di rumah Gubernur Papua di Jayapura itu sebagai bentuk menjalan tugas pengusutan dugaan rasuah.
"Saya kira tidak ada yang spesial. Semuanya dalam rangka penegakan hukum," kata Firli kepada wartawan yang dikutip Jumat, 11 November.
Kehadiran KPK ke rumah Lukas tidak didasari kepentingan lain. Dipastikan tak ada aturan hukum yang dilanggar.
"Semuanya kita lakukan sesuai dengan asas asas pelaksanaan tugas pokok KPK, apa yang itu disebut dengan kepentingan umum, apa itu disebut kepastian hukum, apakah itu dalam rangka menegakkan keadilan, proporsionalitas, dan juga tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia," beber eks Deputi Penindakan KPK itu.
Lagipula, tak ada pertemuan di ruang gelap saat dirinya dan tim KPK datang ke rumah Lukas. Firli memerinci ada empat orang penyidik, empat orang dokter, dan direktur penyidikan yang ikut.
Selain itu, hadir juga aparat penegak hukum lain yang memberikan bantuan pengamanan.
"Jadi semuanya tidak ada yang rahasia, semuanya terbuka. Saya kira begitu kita pelaksanaan pun semua media mengikuti. Setelah kegiatan pun kita sampaikan juga apa yang harus kita lakukan," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri bersama tim dokter KPK dan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) serta penyidik telah menemui Lukas Enembe pada Kamis, 3 November. Pemeriksaan terkait dugaan korupsi yang dilakukan Lukas juga sudah dilaksanakan.
Hanya saja, pemeriksaan segera diselesaikan karena kesehatan Lukas. Saat itu, dia sakit dan kondisinya sudah diperiksa oleh tim dokter.
Kehadiran komisi antirasuah ke Jayapura dapat sorotan. Salah satunya, datang dari eks pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute yang menilai ada perlakuan khusus dari komisi antirasuah pada Lukas.
"Mengapa Lukas Enembe tidak diperlakukan sama dengan para tersangka lain yang mangkir dan tidak bersedia untuk datang meski sudah di panggil berkali-kali oleh KPK," kata Praswad kepada wartawan, Jumat, 4 November.
BACA JUGA:
Praswad menilai tindakan ini tidak sesuai dengan prinsip dan kode etik KPK, yang salah satu poinnya memperlakukan semua warga negara Indonesia sama di mata hukum. Bahkan, perlakuan ini bisa jadi preseden buruk.
Kata dia, bukan tak mungkin nantinya cara Lukas diikuti tersangka lain. Mereka bisa saja beralasan, bahkan meminta pimpinan komisi antirasuah untuk bertemu mereka untuk melakukan lobi.