Dihukum Seumur Hidup, Pelaku Penembakan di Masjid Selandia Baru yang Tewaskan Puluhan Orang Ajukan Banding
Masjid Al Noor yang menjadi salah satu lokasi penembakan massal di Christchurch Selandia Baru tahun 2019. (Wikimedia Commons/Michal Klajban)

Bagikan:

JAKARTA - Seorang pria yang membunuh lebih dari 50 orang dalam pembantaian masjid tahun 2019 di Selandia Baru, mengajukan banding atas hukuman penjara seumur hidup.

Warga negara Australia, Brenton Tarrant, mengajukan banding atas hukumannya, kata pejabat pengadilan kepada kantor berita, Selasa.

Tarrant menembak mati 51 jemaah dan melukai 40 lainnya di dua masjid Kota Christchurch. Korbannya termasuk pria, wanita dan anak-anak yang berkumpul untuk Salat Jumat.

Serangan itu, yang disiarkan langsung oleh Tarrant, mengguncang Negeri Kiwi dan mendorong reformasi senjata di Selandia Baru.

Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat pada Agustus 2020, orang pertama di Selandia Baru yang diperintahkan untuk menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi.

Hakim Cameron Mander mengatakan dia menjatuhkan hukuman paling keras untuk tindakan 'tidak manusiawi' Tarrant.

"Kejahatan Anda sangat jahat, bahkan jika Anda ditahan sampai mati, itu tidak akan menghabiskan persyaratan hukuman dan pengaduan," katanya saat itu, melansir The National News 8 November.

Ayah dari seorang anak laki-laki berusia 3 tahun yang tewas dalam serangan itu, korban termuda Tarrant, mengatakan kepadanya, "Anda telah membunuh putra saya dan bagi saya itu seolah-olah Anda telah membunuh seluruh Selandia Baru."

Tarrant menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mempersiapkan serangan itu, kata jaksa pada sidang hukumannya, membeli senjata api bertenaga tinggi, meneliti tata letak masjid dan mengatur waktu serangan 15 Maret 2019, untuk memaksimalkan korban.

Dia bermaksud untuk menanamkan rasa takut kepada orang-orang yang dia gambarkan sebagai "penjajah", kata seorang jaksa penuntut.

Mantan pengacaranya sebelumnya mengindikasikan dia sedang mempertimbangkan banding, mengatakan kliennya percaya "jalan keluar paling sederhana adalah mengaku bersalah", yang merupakan pembelaan yang dibuat di bawah tekanan.