Australia Terbuka Diskusikan Soal Lokasi Penjara Pelaku Penembakan di Masjid Christchurch
Masjid Al Noor, tempat peristiwa penembakan massal di Selandia Baru pada 2019. Wikimedia Commons

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison mengatakan terbuka untuk mendiskusikan lokasi pemenjaraan teroris asal Negara Kangguru, Brenton Tarrant yang membantai jamaah masjid di Selandia Baru. Tarrant divonis penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat karena terbukti  dan mengakui penembakan di masjid Selandia Baru.

Melansir Reuters, Morrison bilang belum menerima permintaan resmi dari Selandia Baru untuk pemindahan semacam itu. Meski demikian, Wakil PM Selandia Baru Winston Peters menyarankan Morrison untuk segera membicarakan hal tersebut setelah Tarrant dijatuhi hukuman. 

"Kami akan melakukan diskusi terbuka dan melihat masalah di seputar ini," kata Morrison. Ia juga menambahkan, pandangan keluarga yang terkena dampak juga perlu dipertimbangkan terlebih dahulu.

John Milne, yang kehilangan putranya dalam penembakan itu, mengatakan kepada pengadilan bahwa Tarrant harus dikirim kembali ke Australia dari mana dia berasal. “Saya tahu semua orang Australia dan semua orang Selandia Baru ingin melihat orang ini dikurung selamanya... Baik dia ditahan di Selandia Baru atau Australia," kata Morrison.

Tarrant merupakan warga Australia yang dibesarkan di sebuah kota pedesaan di utara Sydney. Ia menerima 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan melakukan tindakan terorisme.  Tarrant melakukan penembakan pada 2019 di dua masjid di Christchurch dan menyiarkan lewat siaran langsung di Facebook.

Meskipun Australia dan Selandia Baru memiliki pengaturan visa yang ketat, mereka tidak memiliki kesepakatan transfer tahanan. Hal tersebut menimbulkan rintangan bagi perubahan jangka pendek apa pun dalam pemenjaraan Tarrant.

Langkah-langkah keamanan khusus untuk Tarrant diketahui akan membebani pembayar pajak sebesar 3,6 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp35 miliar selama dua tahun. Hitungan tersebut sama seperti hampir 5.000 dolar Selandia Baru atau Rp48 juta per hari, menurut perkiraan pemerintah Selandia Baru.

Masalah kewarganegaraan Tarrant diangkat beberapa kali selama sidang. Hakim Pengadilan Tinggi Cameron Mander mengatakan dia yakin sedari awal Tarrant datang ke Selandia Baru untuk melemparkan serangan. Ia juga yakin Tarrant ingin menimbulkan ketakutan di negara yang tadinya merupakan salah satu negara teraman di dunia.

Selama persidangan, melalui pengacaranya Tarrant mengatakan dirinya tidak akan menentang hukuman seumur hidup tanpa hukuman pembebasan bersyarat tersebut. Tarrant hanya mengangguk ketika ditanya apakah dia sadar dia punya hak untuk mengajukan permohonan. 

"Kebencian yang ada di jantung permusuhan Anda terhadap anggota komunitas tertentu yang Anda datangi di negara ini untuk dibunuh, tidak memiliki tempat di sini - tidak ada tempat di mana pun," kata Hakim Mander.