JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan Calon Gubernur (Cagub) Sumatera Barat, Mulyadi sebagai tersangka atas kasus dugaan perlanggaran pemilihan umum (pemilu) dengan berkampanye di luar jadwal.
Kasus ini bermula ketika Mulyadi menjadi narasumber pada suatu acara di salah satu televisi nasional, pada 12 November. Saat itu, Mulyadi menyebut kalimat-kalimat yang mengandung kampanye.
Padahal, saat itu kampanye di media penyiaran belum diperkanankan. Dugaan kampanye di luar jadwal ini dilaporkan calon pesaing Mulyadi, Yogi Ramon Setiawan ke Bawaslu RI pada 17 November.
Dalam perkara ini, Mulyadi dipersangkakan dengan terkait tindak pidana pemilihan yaitu kampanye diluar jadwal sesuai dengan Pasal 187 ayat (1) Undang-Undang nomor 6 tahun 2020.
Mulyadi resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 4 Desember. Dengan ditetapkan tersangka, Mulyadi gugur dari pencalonan tersebut.
Merespons hal ini, Partai Demokrat sebagai pengusung Mulyadi, meyakini masyarakat Sumbar dapat menilai secara jernih dan objektif soal Mulyadi. Sebab, dia hanya menghadiri undangan program coffee break di televisi swasta.
Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Demokrat Kamhar Lakumani menegaskan Mulyadi bukan penggagas acara tersebut.
“Karena program ini memang sudah ada di TV One sejak dulu. Paslon tentu hanya merespons pertanyaan host acara tersebut. Jika ada pernyataan normatif sebagai respons yang senada dengan visi paslon adalah manusiawi,” ujar Kamhar.
Sehingga, jika Mulyadi terseret dugaan pelanggaran kampanye, Kamhar menduga penanganan hukum tersebut bermuat unsur politik. Bahkan, kamhar menuding pelapor ini merupakan cara untuk mengalahkan calon Gubernur Sumbar usungan Demokrat.
"Masyarakat pasti tahu bahwa ini tendensius dan dimotori oleh kompetitor. Bagi kami, ini adalah afirmasi bahwa hasil survei yang menempatkan paslon kami sebagai yang teratas adalah valid dan benar adanya sehingga mendorong kompetitor menggunakan segala cara untuk menjegal," ungkap dia.
BACA JUGA:
Dibantah Bawaslu
Tudingan Demokrat dibantah oleh Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Ratna Dewi Pettalolo. Menurut Dewi, Bawaslu berwenang untuk dan menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilu.
"Dalam pengaturan UU pemilihan, Pasal 134 135 tegas (menerangkan) bahwa kewenangan bawaslu adalah melakukan penanganan pelanggaran. Ketika ada laporan dari masyarakat kami harus lakukan proses penanganan pelanggaran," ungkap Dewi kepada wartawan, Minggu, 6 Desember.
Dewi menjelaskan, dalam kasus ini ada laporan dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal. Lalu, unsur-unsur pelanggaran tersebut terpenuhi berdasarkan bukti yang disampaikan pelapor.
Sehingga, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) yang terdiri dari jajaran Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan sepakat untuk melakukan penyidikan.
Soal penetapan Mulyadi sebagai tersangka bersamaan dengan jelang pemungutan suara, Dewi mengaku hal itu hanya kebetulan dan bukan diatur oleh Sentra Gakkumdu.
"Kenapa penetapan tersangka bersamaan waktunya dengan waktu akan dilaksanakan hari pemilihan? Sesungguhnya ini bukan desain waktu yang, tetapi mengikuti waktu kapan laporan disampaikan. Jadi, tidak ada kepentingan politik dalam proses penanganan pelanggaran terkait cagub Sumbar," jelas Dewi.