Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan kegiatan surveilans secara serentak dalam masyarakat sebagai satu upaya untuk mempercepat pemberian perlindungan dan mengatasi gangguan ginjal akut pada anak.

“Jadi saat ini kita sedang melakukannya secara serentak atau secara simultan. Kita melakukan surveilans untuk melakukan penyelidikan epidemiologi namanya,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril dalam Siaran Sehat Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia dilansir ANTARA, Senin, 24 Oktober.

Syahril mengatakan Kemenkes melakukan surveilans sambil menyusun tiap-tiap kasus yang ditemukan berdasarkan tingkat keparahannya. Hal itu dilakukan dengan mendatangi rumah pasien yang bersangkutan untuk melihat langsung riwayat penyakit para pasien.

Selain melakukan pelacakan kasus dan mengkaji riwayat penyakit pasien, Kemenkes juga sedang mengkaji riwayat berbagai jenis obat yang dikonsumsi oleh pasien yang diduga terkena gagal ginjal akut secara serentak.

Guna mengoptimalkan pelacakan, Kemenkes bahkan sudah membuat pedoman bagi puskesmas dan rumah sakit untuk menjalankan tata laksana yang semestinya diberikan pada pasien dengan gagal ginjal akut.

Syahril mengatakan pada pasien yang sedang dirawat dalam kasus gagal ginjal akut di fasilitas kesehatan, pemerintah sedang mengusahakan pengadaan obat Antidotum atau semacam zat penawar bagi penyakit tertentu agar dapat segera disembuhkan. Termasuk melakukan cuci darah bagi anak-anak.

“Kemenkes juga mengedukasi kepada masyarakat bagaimana masyarakat harus waspada terhadap kasus ini, karena ini menyerang anak-anak khususnya balita,” ujar dia.

Menurut Syahril, peningkatan edukasi yang berbarengan dengan berjalannya surveilans itu ditekankan pada aspek gejala gagal ginjal akut seperti ditandai dengan frekuensi dan jumlah urine anak berkurang.

Gejala lain yang harus dipahami setiap orang tua, katanya, adalah ketika warna urine berubah menjadi pekat. Oleh karenanya, dia mengimbau orang tua agar segera membawa anaknya ke rumah sakit tanpa menunggu keparahan lebih lanjut.

Syahril mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan gagal ginjal akut marak terjadi saat pandemi COVID-19 belum usai dan menyerang anak-anak. Dalam data yang dipaparkan per Minggu (23/10) lalu, kasus gagal ginjal mengalami tren kenaikan selama tiga bulan terakhir dan sudah ada 26 provinsi yang melaporkan temuan kasus gagal ginjal akut.

Dari 245 kasus yang terlaporkan, sekitar 141 di antaranya atau sebesar 58 persen anak meninggal akibat gagal ginjal akut.

Dengan urgensi tersebut, Syahril berharap masyarakat terus mengikuti perkembangan informasi terkait gagal ginjal akut pada anak dari BPOM dan Kemenkes. Pemerintah akan terus mengkaji penyebabnya yang sampai hari ini belum diketahui pasti.

“Ini menjadi berita heboh bagi kita semua karena pertama, itu cepat sekali naik kasusnya. Kedua, angka kematian yang sangat tinggi itu pada 58 persen luar biasa. Tentu saja karena ini penyakit yang baru dan belum pernah terjadi sebelumnya, maka ini sedang dicari dan diteliti apa penyebabnya,” kata Syahril.