Ikuti Hati Nuraninya Tolak Akui Referendum Rusia di Wilayah Ukraina pada Voting Majelis Umum PBB, Menteri Luar Negeri Madagaskar Dipecat
Hasil emungutan suara Majelis Umum PBB mengenai referendum Rusia. (Sumber: PBB)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri luar negeri ini harus merelakan jabatannya lantaran dipecat, setelah memilih untuk mengikuti kata hatinya dalam pemungutan suara terkait perang Rusia dengan Ukraina yang digelar oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).

Menteri Luar Negeri Madagaskar Richard Randriamandrato dipecat setelah keputusannya untuk memilih resolusi Majelis Umum PBB yang tidak mengakui referendum di Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, serta wilayah Zaporizhzhia dan Kherson yang dicaplok oleh Rusia, lapor media Orange.

Dalam dekret Presiden Madagaskar Andry Rajoelina, yang diunggah di halaman Facebook kantornya, Menteri Pertahanan Madagaskar Jenderal Richard Rakotonirina ditunjuk sebagai penjabat menteri luar negeri.

Madagaskar sebelumnya selalu menyatakan netralitas terkait konflik di Ukraina. Randriamandrato menjelaskan perihal keputusannya saat menjawab pertanyaan dari stasiun radio Prancis RFI.

"Saya membuat keputusan ini untuk memilih sesuai dengan hati nurani saya. Saya tidak berpikir bahwa pemungutan suara ini membahayakan kepentingan bangsa. Sisanya akan dinilai oleh sejarah," ujarnya, seperti melansir Sputnik News 19 Oktober dari RFI.

Akibat hal tersebut, mantan menteri itu dicela karena telah membuat keputusan sendiri tentang pemungutan suara strategis di PBB mengenai konflik Rusia-Ukraina, tanpa berkonsultasi dengan pemerintah dan Presiden Madagaskar, sebut portal itu.

Diketahui, Majelis Umum PBB sebelumnya mengadopsi resolusi yang tidak mengakui referendum Rusia di wilayah Ukraina yang diduduki. Sebanyak 143 negara memilih mendukung resolusi, lima menentang dan 35 lainnya abstain. Rusia, Belarusia, Suriah, Korea Utara dan Nikaragua adalah negara memberikan suara menentang.

Diberitakan sebelumnya, Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk (DPR dan LPR), serta wilayah Kherson dan Zaporozhye mengadakan referendum tentang apakah akan menjadi bagian dari Rusia pada 23-27 September. Sebagian besar pemilih mendukung bergabung dengan Rusia.

Pada tanggal 30 September, Presiden Rusia Vladimir Putin berpidato di Kremlin setelah referendum, dan kemudian dia menandatangani perjanjian dengan kepala wilayah baru tentang penerimaan wilayah tersebut ke Rusia. Beberapa hari kemudian, ia menandatangani undang-undang federal yang meratifikasi penerimaan wilayah tersebut ke Federasi Rusia.