Pj Gubernur DKI Harus Evaluasi Program Anies Soal Penanganan Banjir Jakarta
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta terpilih, Heru Budi Hartono di Balai Kota (Foto via Facebook Anies Baswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta terpilih, Heru Budi Hartono memiliki tugas utama saat awal menjabat, menanggulangi banjir yang mulai kembali melanda saat musim hujan saat ini.

Ketika telah menggantikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan nanti, Heru disebut harus mengevaluasi program-program penanganan banjir selama Anies menjabat lima tahun terakhir.

"Supaya tidak menjadi beban bagi gubernur selanjutnya, lebih bagus mengevaluasi (program penanganan banjir). Jadi, tugas Pj Gubenur adalah melakukan evaluasi apa yang dilakukan (Anies selama ini)," kata Yayat kepada wartawan, Jumat, 14 Oktober.

Dalam evaluasi itu, Heru bisa melihat program mana yang dianggap berhasil maupun tidak berhasil dalam menanggulangi banjir. Sehingga, penggunaan APBD bisa dioptimalkan untuk hasil yang lebih realistis.

Seperti informasi yang dirilis BMKG, curah hujan di Jakarta akan terjadi dengan intensitas tinggi. Sementara, Yayat melihat sistem penanganan banjir Jakarta selama Anies menjabat sudah usang.

Maka, salah satu upaya pengendalian banjir yang paling efektif adalah melakukan normalisasi sungai yakni pengembalian lebar sungai yang membentang di Jakarta agar bisa lebih menampung aliran air, baik dari hulu maupun hujan lokal.

Dalam proyek normalisasi, Pemprov DKI bertugas untuk melakukan pembebasan lahan permukiman warga di bantaran sungai, sementara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR melakukan konstruksi pengerjaan normalisasi.

Pemprov DKI memang telah menganggarkan biaya pembebasan tanah. Tapi masalahnya, sampai saat ini proses pembebasan lahan belum kunjung diselesaikan.

Mengingat Heru merupakan orang yang dekat dengan Jokowi karena selama ini menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden, Yayat memandang proyek normalisasi bisa direalisasikan dengan lebih cepat.

"Kan kelihatannya komunikasi dengan Presiden lebih cair. Sekarang bagaimana perubahan ini didukung sepenuhnya enggak oleh Kementerian PUPR. Artinya, mau dinormalisasi atau tidak, itu PJ punya komitmen membuat satu keputusan untuk mengeksekusi itu," urai Yayat.