JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menepis keterlibatan jajarannya yang dianggap telah ikut mengintervensi kasus Roy Suryo soal meme stupa diduga mirip Presiden Joko Widodo.
"Secara institusi, Kemenag tidak berkepentingan intervensi kasus Roy Suryo," kata Anna Hasbie seusai Media Gathering Bincang Hari Santri di Jakarta, Antara, Kamis, 13 Oktober.
Penegasan ini disampaikan Anna merespons pernyataan pengacara Roy Suryo, Pitra Romadoni Nasution, yang menyebut ada oknum Kemenag yang meminta kliennya mengaku bersalah. Dia menyebut oknum Kemenag itu mendatangi Roy Suryo di Rutan Polda Metro Jaya.
Menurutnya, setiap peristiwa hukum biarkan berjalan secara objektif. Independensi lembaga yudikatif harus dihargai. Kalaupun ada oknum Kemenag yang mengintervensi, ia meminta agar dibuktikan saja.
"Soal oknum yang disebut pengacara, ungkap dan buktikan saja kebenarannya," kata Anna.
Anna menjelaskan Kementerian Agama tidak pernah menjadikan kasus Roy Suryo sebagai bahan diskusi atau pembicaraan. Bagi dia, masih banyak tugas Kemenag yang harus diselesaikan, baik pada aspek pendidikan agama dan keagamaan, maupun peningkatan kualitas kehidupan umat beragama dan kerukunan.
"Biarkan proses hukum berjalan objektif. Pengadilan yang akan memutuskan siapa bersalah dan tidak bersalah. Kemenag juga akan fokus pada tugas dan fungsinya," kata dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo dengan tiga pasal dalam persidangan kasus meme stupa diduga mirip Presiden Joko Widodo di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu.
Tri menjelaskan Roy Suryo didakwa dengan pasal pertama lantaran dianggap menyebarkan informasi tidak benar terkait kenaikan harga tiket Candi Borobudur dan tidak memiliki kapasitas menjelaskan makna stupa pada Candi Borobudur.
Selain itu, Roy Suryo didakwa dengan Pasal 156A UU Hukum Pidana karena dianggap melukai perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia.
BACA JUGA:
"Ketiga Roy Suryo didakwa melanggar Pasal 19 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 lantaran dianggap menyiarkan kabar tidak pasti atau kabar berlebihan atau yang tidak lengkap bahwa kabar demikian akan mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata Tri.