Bagikan:

JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mengatakan reformasi sistem hukum nasional harus menjadi visi dan misi calon presiden (capres) yang akan diusungnya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024).

Alasan ini yang membuat PDIP menggelar diskusi bertajuk 'Reformasi Sistem Hukum Nasional' dan menghadirkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Kegiatan ini dilaksanakan di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta.

"Partai ingin mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, sehingga apa yang kita bahas ini menjadi bagian dari visi-misi capres-cawapres yang akan diusung PDI Perjuangan," kata Hasto dalam acara diskusi, Kamis, 13 Oktober.

Hasto menyebut, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selalu mengedepankan proses hukum. Saat Orde Baru, misalnya, Presiden ke-5 RI itu meminta kader partainya melawan ketidakadilan dengan cara yang diakui perundangan, bukan dengan cara inkonstitusional.

"Dulu ada yang protes, bukankan memilih cara hukum itu yang namanya hakim, kepolisian, jaksa semua dikuasi oleh Pak Harto? Bu Mega mengatakan, 'kita gugat di 226 kabupaten. Masa di antara 226 kabupaten itu, tidak ada satu hakim pun, jaksa pun, polisi pun yang memiliki mata hati, nurani?'," Ujar Hasto.

"Jadi itulah budaya hukum yang dibangun di PDI Perjuangan. Kita tidak mengenal premanisme di PDI Perjuangan, semua tertib hukum. Kita tidak menggunakan kekuasaan dalam jalan hukum. Kita berkuasa 2019, kenaikan kita 1 persen. Kita jaga betul arahan Ibu Mega, tidak menggunakan kekuasaan dalam konteks partai dan politik praktis. (Raihan suara,red) Kita (PDIP, red) naik 1 persen sementara 2009 ada yang naik 300 persen,” urai Hasto.

Sementara Menkumham yang juga Ketua DPP PDIP Yasona Laoly menjelaskan tujuan utama diskusi tersebut. Dia mengatakan sampai dengan saat ini, Indonesia masih dihadapkan pada fakta jika sistem hukum nasional masih belum mampu mewujudkan janji-janji negara.

“Kita masih belum memiliki sistem hukum nasional yang benar-benar berazaskan Pancasila. Masih banyaknya regulasi yang usang dan tidak adaptif dengan perkembangan jaman, mash banyak banyak struktur kelembagaan yang membuka peluang untuk pelanggaran akibat lemahnya check and balance system serta budaya hukum masyarakat Indonesia yang bias dengan maraknya ketidaktaatan terhadap hukum," papar Yasona.