KPK Kembali Geledah Rumah Dinas Edhy Prabowo Terkait Suap Benur
Rumah dinas Menteri Edhy Prabowo digeledah KPK (Foto/Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bekerja cepat dalam penyidikan kasus dugaan suap benur yang menjerat Edhy Prabowo saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

KPK hari ini kembali menggeledah rumah dinas Edhy Prabowo di Widia Chandra, Jakarta Selatan. Penggeledahan dilakukan karena di rumah itu diduga terdapat jejak-jejak para tersangka.

"Benar, saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan menteri KKP," kata Plt Jubir KPK, Ali Fikri, Rabu, 2 Desember.

Menurut Ali, proses penggeledahan saat ini masih terus berlangsung. Untuk itu, Ali belum dapat menyampaikan dokumen atau barang bukti lain yang disita dari proses penggeledahan ini.

"Perkembangannya akan kami infokan lebih lanjut," kata Ali.

KPK sebelumnya juga sudah menggeledah rumah dinas Edhy. Sejumlah dokumen diboyong penyidik ke kantor KPK.

Dalam kasus ini, selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus suap terkait penetapan izin ekspor benih lobster, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Selanjutnya, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).

KPK dalam perkara ini menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS, pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.