Bagikan:

JAKARTA - Terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari membatah keterangan saksi soal pembelian mobil BMW X-5 tak dilaporkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebab, pembelian mobil itu sebenarnya sudah tercatat secara sistem.

"Itu pasti sudah dilaporkan ke PPATK," ujar Pinangki dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Desember.

Di hadapan majelis hakim, Pinangki juga menuturkan jika beberapa mobil miliknya dibeli juga secara cash. Bahkan, mobil-mobil itupun sudah tercatat di PPATK.

"Saya selama ini empat mobil pembelian mobil saya sebelumnya adalah cash, dan itu sudah by system dilaporkan PPATK semua. Jadi tidak ada seorang sales menawarkan PPATK, engga ya, ngga ada," papar Pinangki.

Kemudian, Pinangki juga menyinggung soal keterangan saksi yang menyebut pembelian mobil setelah memenangkan perkara. Menurutnya, hal itu tak mungkin disampaikan ke sembarang orang.

"Tidak logis saya mengatakan begitu (memenangkan kasus) pada seorang sales, ketemu juga baru kan," kata dia.

Sebelumnya, Sales Center PT Astra, Yeni Pratiwi yang menjadi saksi persidangan menyebut pembelian mobil BMW X-5 itu tak dilaporkan Pinangki ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Hal ini diketahui karena Yeni sempat menawarkan Pinangki untuk mengisi formulir pelaporan tersebut. Tetapi, Pinangki menolak penawaran tersebut.

"Terdakwanya keberatan (mengisi formulir pelaporan PPATK). Saya hanya menanyakan, 'Ada form PPATK, mau diisi tidak Bu?' 'Tidak.' 'Oh, ya sdah tidak apa-apa'," kata dia .

Dalam perkara ini, jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.