Bagikan:

JAKARTA - Mantan Presiden Inter Milan Erick Thohir yang kini menjabat Menteri BUMN menjadi tokoh penting dalam mengatasi masalah sepakbola nasional pasca tragedi Kanjuruhan Malang yang menewaskan hingga 131 orang.

Berkat kiprah dan pengalamannya di kancah olahraga internasional, Presiden Joko Widodo mempercayakan Erick Thohir bertemu Presiden Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA), Gianni Infantino, Rabu 5 Oktober di Doha, Qatar. Erick Thohir diminta untuk menyampaikan surat dari orang nomor satu di Indonesia tersebut.

Erick Thohir mengatakan, sebelum bertemu dan berdiskusi dengan Presiden FIFA, ia juga menghubungi para pemangku kepentingan olahraga di tanah air lainnya.

"Ketika saya berdiskusi dengan FIFA saya telepon pak Menpora, saya telepon Ketua PSSI bahkan Pak Mahfud MD juga saya telepon. Karena yang terpenting, pemerintah harus hadir menyelesaikan masalah-masalah itu, tetapi jangan sampai berbenturan dengan aturan FIFA," kata Erick, dalam keterangannya, Minggu 9 Oktober.

Erick menjelaskan bahwa FIFA memberikan alternatif untuk menyelesaikan persoalan sepak bola di Indonesia, dan sanksi bukanlah pilihan.

"Kalau dilihat dari suratnya yang kemarin sempat ditayangkan oleh Bapak Presiden Jokowi, di situ jelas FIFA memberikan alternatif selain memberikan sanksi. Jadi FIFA tidak memberi sanksi, tapi ada 5 poin yang harus dikerjakan secara bersama-sama," ujar Erick.

FIFA bersama pemerintah, kata Erick, dan juga termasuk AFC dan PSSI akan melakukan transformasi sepak bola Indonesia.

"Dalam masa transformasi ini, FIFA akan berkantor di Indonesia," imbuhnya.

Adapun lima butir kegiatan bersama yang dirumuskan FIFA itu adalah, pertama, mengaudit ulang lapangan sepak bola atau stadion sepak bola yang layak dipakai dan yang belum layak. Untuk stadion yang belum layak dipakai, akan diperbaiki atau direnovasi.

Dalam konteks stadion ini, ada aturan yang memisahkan jalur kedatangan pemain dan penonton. Jadi, kedatangan penonton dan kedatangan pemain tidak boleh tercampur atau jadi satu. Sebab, pemain harus dilindungi, penonton pun harus dilindungi.

"Kedua, FIFA dan pemerintah Indonesia harus men-trainning semua perangkat hukum agar sesuai dengan aturan yang sudah disepakati dunia dalam penjagaan atau pendampingan pertandingan sepak bola, baik saat pertandingan dan sesudah pertandingan," kata Erick.

Ketiga, supporter harus menjadi bagian daripada transformasi. Sebab, supporter juga harus sportif, tidak saling menyalahkan. Dengan sosialisasi dan peran serta supporter dan klub sepek bola, diharapkan ekosistem sepak bola Indonesia bisa lebih baik.

"Bayangkan kalau Indonesia kena sanksi 5-8 tahun, sepak bola Indonesia mungkin akan rubuh. Inilah kita jaga kenapa semua stakeholder harus sama-sama mau bertransformasi, itu baru point nomor 3. Supporter harus masuk data base, harus terlibat, klub-klub pemilik juga harus terlibat," tutur Erick.

Keempat, mengatur jadwal pertandingan. FIFA melihat, bahwa jadwal pertandingan harus sudah selesai dilakukan pada saat transportasi publik masih beroperasi. Sebab kalau sudah tidak ada kendaraan umum pada saat pertandingan usai, maka akan menimbulkan kerumunan sehingga memicu perseteruan.

Erick yang juga berlatar belakang media, menyadari hal ini tidak terlalu menguntungkan bagi televisi karena pertandingan bola yang menyedot banyak penonton, tidak bisa tayang di prime time.

"Mungkin untuk dunia televisi akan teriak-teriak," katanya.

Poin terakhir, kelima adalah soal pendampingan ahli untuk transformasi sepak bola di tanah air ini.

"Tim transformasi yang akan dibentuk itu nanti akan dibicarakan antara Presiden FIFA dan Presiden Jokowi di mana Presiden FIFA akan datang ke Indonesia pada tanggal 18 Oktober," katanya.