JAKARTA - Polri mengungkap hanya ada dua dari delapan pintu darurat yang terbuka saat tragedi di Stadion Kanjuruhan terjadi pada Sabtu, 1 Oktober.
Pintu itu bahkan difungsikan hanya untuk mengevakuasi pemain Persebaya yang bertanding tandang di Stadion Kanjuruhan, Malang. Akibatnya, para pendukung Arema FC atau Aremania tak bisa segera keluar saat gas air mata ditembakkan.
"Pintu emergency dari delapan yang terbuka hanya dua itu pun untuk jalur evakuasi pemain Persebaya," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo kepada wartawan, Sabtu, 8 Oktober.
Sementara enam pintu lainnya, sambung Dedi, tidak dapat difungsikan. "Tertutup, terkunci," tegasnya.
Dirinya kemudian mengungkap pihak penyelenggara lalai dan tidak menyiapkan rencana darurat saat pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Akibatnya, 131 Aremania meninggal dunia saat tragedi terjadi.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, Tragedi Kanjuruhan menewaskan ratusan orang. Selanjutnya, akibat kejadian ini enam orang ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka yakni, Direktur Utama LIB Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.
Lalu, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, Komandan Kompi Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap pihak yang bertanggungjawab dalam rangkaian pertandingan hingga tragedi maut itu terjadi.
Dalam kasus ini, mereka dipersangkakan dengan pasal berlapis, yakni Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP terkait kesalahan yang menyebabkan kematian. Selain itu, para tersangka juga dikenakan Pasal 103 dan Pasal 52 UU RI Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.