Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyayangkan sikap aparat kepolisian yang menghapus barang bukti video tragedi Kanjuruhan milik salah seorang saksi berinisial K.

"LPSK menilai penghapusan video itu berlebihan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan dilansir ANTARA, Jumat, 7 Oktober.

Hal tersebut disampaikan Edwin menyusul pemberitaan salah seorang saksi sekaligus Aremania (suporter Arema FC) yang diperiksa polisi karena diduga mengunggah video yang memperlihatkan kepanikan massa saat berada dalam Stadion Kanjuruhan.

Edwin mengatakan saksi berinisial K tersebut dijemput polisi di mes atau tempat tinggalnya pada Senin (3/10). Dia diperiksa usai mengunggah video kepanikan massa di Stadion Kanjuruhan pada Minggu siang (2/10).

K diperiksa polisi sejak pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB dan selanjutnya diperbolehkan pulang.

"HP miliknya dipinjam, videonya di transmisi dan video yang di HP dihapus oleh pihak polisi," kata Edwin.

Penghapusan video sebagai barang bukti tragedi Kanjuruhan, dinilai LPSK sebagai perbuatan yang berlebihan. Aparat kepolisian diingatkan agar lebih memperhatikan soal hak asasi manusia (HAM).

"LPSK menilai menghapus dan menonaktifkan TikTok K berlebihan," ujar Kepala Operasional Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) periode 2000-2010 tersebut.

Seharusnya, kata dia, cara-cara seperti itu tidak dilakukan oleh penyidik atau anggota polisi dalam memeriksa saksi. Polisi harus memperhatikan hukum acara pidana serta nilai-nilai HAM. Sebab, pada dasarnya, perlakuan hukum pada semua orang sama.

"LPSK melihat ini tidak profesional atau kurang profesional," ujarnya.

Terkait informasi yang beredar, K dijemput polisi atau anggota intel di stasiun saat hendak menuju Jakarta untuk memenuhi undangan wawancara, Edwin membantah kabar tersebut.

"Tidak benar, karena dia baru dihubungi sama Narasi hari Rabu tanggal 5. Sementara, ia diperiksa polisi Senin (3/10) 2022," jelas dia.

Saat ini yang bersangkutan sedang dalam proses pengajuan perlindungan ke LPSK. Di satu sisi, lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tersebut telah menerima 10 pengajuan perlindungan.

"Sudah ada 10 yang mengajukan permohonan ke LPSK. Ada saksi dan ada korban," ujarnya.