JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo menilai korban tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, memiliki hak mengajukan ganti rugi atas peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian dan menyebabkan 132 orang meninggal dunia.
"Rekomendasi kedua, memberikan pemahaman kepada para korban bahwa mereka memiliki hak untuk mengajukan restitusi atas peristiwa pidana yang mengakibatkan kerugian bagi para korban," kata Hasto dilansir ANTARA, Kamis, 13 Oktober.
Rekomendasi terkait hak pengajuan restitusi itu merupakan upaya LPSK sebagai lembaga yang mendapat mandat dan peran untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban.
Hasto mengatakan LPSK mempunyai tugas untuk melakukan penilaian terhadap restitusi atau ganti rugi yang dituntut kepada pelaku tindak kejahatan tentang kerugian-kerugian para korban.
"Baik kerugian fisik, kerugian kehilangan harta benda, dan sebagainya," tambahnya.
Apabila kemudian terjadi proses hukum terhadap para tersangka pelaku kejahatan, lanjutnya, dalam hal itu ada pasal pidana yang menjerat para tersangka dan terjadi pula proses peradilan. Hasto mengungkapkan bahwa para korban berhak atas restitusi yang bisa dimintakan penilaiannya kepada LPSK.
"Kemudian LPSK akan berkoordinasi ke kejaksaan agar penilaian tersebut dimasukkan ke dalam tuntutan jaksa dan kemudian diputuskan oleh hakim, kira-kira pelaku itu harus membayar restitusi jumlahnya berapa, apakah senilai dengan penilaian yang dilakukan oleh LPSK atau tidak," jelasnya.
BACA JUGA:
Selain itu, Hasto juga berharap agar para saksi dan korban tragedi Kanjuruhan memperoleh jaminan keamanan untuk membangun kepercayaan kepada mereka.
"Mereka memiliki peran yang penting untuk mengungkap peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan," katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan sejumlah saksi telah menyatakan kesediaan mereka untuk memberikan keterangan sebagai saksi, dengan jaminan keselamatan dan keamanan mereka serta tidak ada serangan balik melalui proses hukum.
"Ini kekhawatiran umum dari para saksi dan korban. Mereka mau membantu mengungkap perkara ini, tetapi mereka khawatir apabila upaya mereka membantu sebagai saksi akan mendapatkan serangan balik atau ancaman," ujar Erwin.