Moeldoko Sebut Lahan di Bima Cocok untuk Perluasan Tanam Sorgum
Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko meninjau kesiapan lahan untuk perluasan tanam sorgum, di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB)./DOK KSP

Bagikan:

BIMA - Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko meninjau kesiapan lahan untuk perluasan tanam sorgum, di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Lahan yang disiapkan seluas 200 hektar. Lokasinya berada di desa Sampungu, kecamatan Soromandu, atau sekitar 80 kilometer lebih dari pusat kota Bima.

Moeldoko mengungkapkan alasan kabupaten Bima menjadi sasaran perluasan tanam sorgum. Ia menyebut, daerah yang mendapat julukan "Kota Tepian Air" Itu, memiliki kapasitas lahan yang sangat luas  dan karakter tanah yang cocok untuk pengembangan budidaya tanaman sorgum.

"Selama ini, lahan hanya ditanami jagung pada musim hujan. Saat kemarau lahan kurang dimanfaatkan dengan baik karena tandus dan kering. Dengan karakter lahan seperti itu, tanaman sorgumlah yang cocok," ungkapnya, Selasa, 4 Oktober.

Moeldoko menegaskan, perluasan tanam sorgum di kabupaten Bima sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait peningkatan produksi dan hilirisasi tanaman sorgum, serta mengembangkan tanaman pengganti gandum untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Sebagai informasi, pada peta jalan pengembangan sorgum hingga 2024, sasaran luas tanam, yakni seluas 40.000 hektare yang tersebar di 17 provinsi dengan produksi sebesar 154.464 ton atau dengan asumsi provitas 4 ton per hektare.

"Pengembangan sorgum di Bima ini untuk memperkuat ketahanan pangan sesuai arahan Presiden," imbuh Moeldoko.

Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko meninjau kesiapan lahan untuk perluasan tanam sorgum, di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB)./DOK KSP

Moeldoko juga mengungkapkan pengembangan sorgum akan diintegrasikan dengan peternakan sapi, unggas, dan pengembangan bioetanol yang bersumber dari batang pohon sorgum. Untuk itu, jumlah offtaker atau perusahaan yang bisa menghubungkan komoditas petani ke pasar harus diperbanyak.  

“Minimnya offtaker ini menyebabkan industri sorgum tidak bisa berkembang. Makanya budidaya sorgum tidak bertumbuh secara massif. Tapi kalau persoalan offtaker ini bisa segera diselesaikan maka  ekosistem sorgum akan terbentuk, industrinya jalan, dan petani juga semangat menanam sorgum,” terangnya.

Saat ini, lanjut Moeldoko, salah satu offtaker yang dipertimbangkan oleh pemerintah adalah industri pakan ternak. Di mana industri tersebut, bahan bakunya 50 persen jagung, dan 50 persen protein lain yang salah satunya bersumber dari sorgum.

“Kalau ekosistem ini sudah terbentuk, maka ketika dibutuhkan untuk alternatif pangan kita tinggal menggeser sorgum untuk pengganti beras,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri menyambut baik rencana pengembangan budidaya tanaman sorgum di Bima. Hal itu, menurut dia, akan meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat di kawasan pinggiran kabupaten Bima.

Namun, dia meminta program tersebut juga dibarengi dengan pembangunan sarana prasarana, terutama terkait pengairan lahan.

"Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana meyakinkan petani bahwa program sorgum lebih bagus dari jagung atau paling tidak sama," ucapnya.

Sebelumnya Moeldoko telah menginisiasi dan berhasil mengembangkan budidaya tanaman sorgum, di Waingapu, kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di mana, pada bulan Mei 2022, Presiden Joko Widodo telah melakukan panen perdana sorgum, di atas lahan seluas 3.800 hektare.