Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan dari 34 provinsi di Indonesia hanya delapan yang dinyatakan bebas penyakit rabies akibat gigitan anjing liar.

“Di Indonesia sekitar 26 provinsi masih ada rabies. Hanya delapan yang bebas, hal ini menjadi penting bagi kita,” kata Juru Bicara Kemenkes, Mohammad Syahril, dalam Webinar 'Penguatan Kolaborasi One Health, Bebas Rabies 2030' di Jakarta, Rabu 28 September.

Dalam webinar dalam rangka memperingati Hari Rabies Sedunia 2022 itu, Syahril menekankan bila rabies masih menjadi ancaman kesehatan di Indonesia. Sebab rabies atau penyakit yang dikenal dengan anjing gila sudah berada di tengah masyarakat dalam waktu yang lama.

Syahril memang tidak membeberkan lebih detail delapan provinsi tersebut. Namun berdasarkan data Kemenkes dalam laman resminya sampai dengan tanggal 28 September 2020, terdapat delapan provinsi yang dinyatakan bebas dari rabies.

Adapun delapan provinsi itu adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Sedangkan 26 provinsi lainnya masih dikategorikan masuk endemik rabies. Luasnya persebaran rabies, kata Syahril, menjadi momok besar bagi Indonesia karena dampak yang ditimbulkan bisa berupa dampak klinis hingga kematian dalam jumlah yang tinggi akibat gigitan anjing, kucing maupun kera liar.

Syahril menyampaikan bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun sudah memperingatkan bila penanganan rabies tidak bisa berfokus pada masalah zoonosis atau penyakit yang berasal dari hewan saja.

Namun juga harus mencakup bagaimana pencegahan yang terkait kesehatan manusia beserta lingkungan tempat tinggalnya dari hulu ke hilir, dengan melibatkan semua warga negara.

“Artinya penanganan penanggulangan rabies ini tidak bisa ditangani oleh sisi kesehatan manusia saja. Tapi harus berkolaborasi dengan dan dari sisi hewannya karena ini zoonosis dan ada lingkungan. Maka disebut dengan one health,” ujarnya disitat Antara.

Syahril menekankan Kemenkes tidak bisa bekerja sendiri, tanpa adanya bantuan dari masyarakat. Diharapkan dengan adanya pengalaman pandemi COVID-19, semua pihak siap berkolaborasi, berkoordinasi dalam mewujudkan eliminasi rabies global 2030.

“Pengalaman COVID-19 ini membuat kita memiliki komitmen bahwa dengan suatu penyakit, itu harus berkolaborasi semua stakeholder, semua sisi yang mempunyai kepentingan ini agar kita menjaga negara ini bebas dalam hal kesehatan, kemudian perekonomian, sosial dan seluruhnya,” pungkasnya.