Soal Uji Coba Kompor Listrik, DPR Ingatkan Masih Ada Daerah yang 'Gelap Gulita'
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - DPR mendukung uji coba konversi kompor LPG 3 kg menjadi kompor listrik induksi yang dilakukan Pemerintah. Diharapkan, uji coba tersebut dapat menghasilkan program terbaik untuk rakyat.

"Pada dasarnya DPR terus mendukung rencana pemerintah untuk mengurangi emisi dan mulai beralih untuk menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan, salah satunya dengan mengkonversi penggunaan kompor LPG menjadi kompor listrik," kata Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Kadir Karding, Selasa 27 September.

Walau begitu, Karding mengingatkan agar kebijakan Pemerintah memperhatikan kesiapan dari masyarakat. Dia setuju dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan kebijakan konversi kompor gas ke kompor listrik tidak akan dilaksanakan dalam waktu dekat, meski program uji coba tetap berjalan.

“Kami mendorong agar uji coba penggunaan kompor listrik kepada masyarakat harus bisa menghasilkan program yang efektif dan tepat guna,” tuturnya.

Seperti diketahui, Pemerintah telah menjalankan program uji coba kepada 1.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Solo, Jawa Tengah dan Denpasar, Bali dengan memberikan kompor listrik induksi gratis. Awalnya, Pemerintah berencana memberikan paket kompor listrik gratis kepada 300 ribu masyarakat Indonesia yang terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Paket kompor listrik itu terdiri dari kompor listrik induksi, satu alat masak dan satu Miniature Circuit Breaker (MCB) atau jalur daya khusus untuk kompor listrik. Jalur khusus ini diberikan oleh PLN melalui jalur kabel listrik khusus untuk memasak dengan daya yang cukup untuk kompor listrik.

Dengan begitu, penerima manfaat bantuan yang kebanyakan pengguna daya listrik sebesar 450 VA dan 900 VA tidak perlu melakukan perubahan daya. Namun karena menuai sejumlah kontroversi, realisasi pemberian paket kompor listrik gratis itu ditunda dan hanya baru dilakukan sebatas uji coba yang hasilnya akan dijadikan sebagai bahan evaluasi.

“Memang harus dipikirkan dari seluruh aspek apabila kita betul-betul menerapkan peralihan dari kompor gas menjadi kompor listrik,” jelas Karding.

Ditambahkannya, ada banyak yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan peralihan subsidi gas dengan konversi kompor listrik. Termasuk, kata Karding, tingkat elektrifikasi di daerah luar Jawa yang belum penuh.

“Kita tidak bisa menutup mata, masih ada daerah yang belum teraliri listrik di mana mayoritas masyarakatnya merupakan target penerima manfaat subsidi kompor listrik,” tuturnya.

“Jadi harus ada perbaikan dari segi infrastruktur listrik yang merata sebelum program konversi kompor betul-betul terealisasi,” lanjut Karding.

Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI ini juga meminta Pemerintah mempertimbangkan dampak dari perubahan kebiasaan penggunaan bahan bakar untuk memasak yang akan dirasakan masyarakat. Menurut Karding, perubahan tidak bisa serta merta dilakukan karena masyarakat saat ini telah terbiasa menggunakan LPG.

“Dan jangan lupa, masih banyak juga masyarakat di desa-desa yang sama sekali tidak pernah terjangkau kompor LPG. Masih banyak masyarakat yang memasak menggunakan tungku dan kayu, sehingga kalau perubahannya terlalu drastis pastinya akan menimbulkan berbagai kendala,” paparnya.

Tak hanya itu, kompor listrik induksi memerlukan jenis panci dan wajan tertentu yang pastinya akan berpengaruh terhadap cara dan pola memasak masyarakat Indonesia. Sebab panci dan wajan dari aluminium serta tembaga yang saat ini banyak digunakan masyarakat tidak cocok untuk kompor listrik.

“Lantas apakah paket bantuan nantinya termasuk dengan mengganti seluruh alat memasak masyarakat, yang saya kira memerlukan anggaran tambahan,” ungkap Karding.

Komisi energi di DPR ini memahami kebijakan konversi kompor listrik dapat mengurangi beban subsidi Negara yang cukup signifikan. Apalagi, menurut Karding, program konversi kompor listrik diharapkan bisa menjadi solusi masalah kerugian PLN akibat kelebihan pasokan atau oversupply listrik PLN.

“Tapi harus betul-betul diketahui apakah program yang direncanakan sudah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Timingnya harus tepat,” sebutnya.

Karding pun mendorong perlunya peningkatan kajian terhadap rencana peralihan penggunaan kompor dari gas ke listrik. Tak hanya sekadar kajian ilmiah, tapi juga kajian sosial dan ekonomi.

“Kajian-kajian tersebut harus bersifat objektif. Kalau menurut saya, penting juga bagi Pemerintah melakukan upaya nyata dalam mempersuasi masyarakat mengenai manfaat dari konversi kompor listrik ini,” imbau Karding.

“Dan sasaran dari persuasi yang paling baik dilakukan adalah terhadap kalangan menengah ke atas yang literasi soal isu energi sudah lebih baik. Ajak mereka beralih memakai kompor listrik secara mandiri,” sambungnya.

Namun demikian, proses sosialisasi yang masif dibutuhkan untuk semua kalangan masyarakat. Sambil uji coba dilakukan, peningkatan literasi mengenai konversi dari kompor gas ke kompor listrik kepada seluruh warga dinilai harus menjadi program prioritas.

“Prinsipnya, DPR mendukung kebijakan maupun program-program yang dapat membantu mengurangi beban Negara. Tapi Pemerintah tetap harus mengutamakan kepentingan rakyat,” tutup Karding.