JAKARTA - Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Firman M Nur menegaskan bahwa kelangkaan vaksin meningitis dan International Certificate of Vaccination (ICV) atau lebih dikenal dengan buku kuning, boleh dibilang ini merupakan kejadian luar biasa. Hal ini akan berakibat fatal, jika pemerintah terus memaksakan menerapkan regulasi, namun tidak bisa menyediakan vaksin dan buku kuning. Bahkan beberapa Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di banyak yang menutup sementara layanan vaksin meningitis.
“Ini warning buat pemerintah kita. Krisis vaksin ini berakibat kegagalan keberangkatan jemaah umrah,” kata Firman di Jakarta, Jumat 23 September.
Firman mencontohkan, kegagalan berangkat jemaah umrah lantaran terganjal soal vaksin meningitis dan buku kuning sebagaimana yang terjadi di bandara keberangkatan Juanda-Surabaya beberapa waktu lalu. “Itu kejadian sebelum vaksin meningitis langka, apalagi sekarang vaksin meningitis tidak tersedia, pemerintah tidak mampu menyediakan vaksin yang dibutuhkan masyarakat yang mau ibadah,” ujarnya.
Bahkan akibat krisis vaksin dan buku kuning ini sejumlah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) menutup sementara layanan vaksinasi meningitis. Salah satunya yang disampaikan oleh KKP Kelas I Soekarno-Hatta yang mengumumkan tutup sementara sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal yang sama dilakukan oleh KKP Kelas II Pekanbaru.
Firman menegaskan, pemerintah Arab Saudi sendiri dalam pelaksanaan di lapangan sudah melonggarkan penerapan aturan ini, malah sudah tidak ada lagi pemeriksaan terkait vaksin meningitis. Karena memang sudah tidak menjadi concern pemerintah Saudi saat menerima jemaah umrah.
“Ini sesuatu yang dipaksakan, padahal di Saudi sudah tidak menjadi concern utama. Sebaiknya pemerintah memberikan diskresi dan relaksasi atau kelonggaran bagi jemaah umrah yang belum vaksin meningitis karena tidak tersedianya vaksin meningitis,” ujar Firman.
BACA JUGA:
Firman mengatakan, sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Konsul Jenderal Republik Indonesia (Konjen) di Jeddah Eko Hartono menyampaikan, Arab Saudi di lapangan tidak lagi memeriksa jemaah terkait vaksin meningitis. Artinya, kata Firman, otoritas Saudi sendiri terkait vaksin meningitis ini sudah tidak menjadi fokus utama saat para jemaah tiba di bandara kedatangan.
Memang, sebelumnya diberitakan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan upaya merelokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jemaah umrah per provinsi. Namun upaya tersebut tetap menghambat penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Bahkan ketersediaan vaksin meningitis ini baru akan tersedia pada Oktober 2022. Sementara pemerintah juga memberlakukan pemberian vaksinasi minimal 14 hari sebelum keberangkatan.
“Musti ada diskresi dan relaksasi atas regulasi ini, kalau pemerintah tetap memaksakan, akibatnya jemaah yang dirugikan,” tegasnya.
Hal senada diungkap Ketua Bidang Kesehatan AMPHURI, dr Endy Astiwara yang menyampaikan bahwa krisis vaksin ini berdampak sangat luas, karena hotel dan transporatsi sudah di-booking, tiket pesawat sudah di-booking, calon jemaah pun sudah mengajukan cuti ke instansi masing-masing, dan calon jemaah dari pelajar dan mahasiswa sudah mengajukan izin tidak masuk sekolah/kuliah.
“Akan tetapi semua ini kandas, hanya karena pemerintah tidak dapat melakukan tugasnya untuk menyediakan vaksin sesuai kebutuhan rakyat Indonesia yang akan berumrah,” ujarnya.
“Pemerintah harus bertanggungjawab atas kelangkaan vaksin meningitis ini, karena dapat mengakibatkan sekian ratus ribu jemaah umrah yang akan gagal berangkat akibat dari itu, dan untuk sementara, segera melakukan diskresi atau relaksasi tentang regulasi kewajiban vaksin meningitis bagi jemaah umrah selama krisis vaksin ini terjadi,” imbuhnya.