Ekspansi ke Timur Tengah, Bank Syariah Indonesia Beberkan Beberapa Potensi Bisnis yang Akan Digarap
Layanan perbankan BSI. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mulai melebarkan sayapnya dengan membuka layanan di Timur Tengah. Bahkan, BSI kini menjadi bank pertama Indonesia yang membuka jaringan bisnis di negara Arab yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) dan telah memulai bisnis dan layanannya melalui kerja sama dengan korporasi-korporasi global.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi membeberkan fakta-fakta menarik mengenai investasi yang bank yang dipimpinnya itu. Menurut Hery, kawasan Timur Tengah menawarkan potensi bisnis yang sangat besar.

"Pertama, haji dan umrah, dimana Indonesia menjadi penyumbang jemaah haji terbesar yang mencapai 221 ribu jemaah per tahun (pada masa pra COVID) dengan nilai uang sekitar Rp15,4 triliun," ujarnya dalam keterangan kepada media, Selasa 17 Mei.

Kedua, lanjut Hery, dari sisi perdagangan Indonesia memiliki volume yang signifikan dengan kawasan GCC. Khususnya dengan dua negara ekonomi terbesar di GCC yakni Arab Saudi dan Uni Emirat Arab yaitu mencapai 6,87 miliar dolar AS per tahun atau setara Rp96 triliun (data pada 2020).

Ketiga dari segi diaspora Indonesia, terdapat 1 juta warga negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di kawasan Timur Tengah.

"Mengutip data Bank Indonesia pada 2019 di Arab Saudi terdapat 961 ribu orang Indonesia atau terbanyak di Kawasan Timur Tengah. Disusul oleh Uni Emirat Arab sebanyak 45 ribu," lanjut Hery.

Keempat, Dubai adalah basis investor. Di mana pemerintah Indonesia menerbitkan semua Global Sovereign Sukuk di Nasdaq Dubai. Bahkan sekitar 30 persen investor Global Sukuk tersebut berasal dari kawasan Timur Tengah.

Kelima adalah investment climate. Pasalnya, negara-negara di kawasan Timur Tengah saat ini sedang menggalakan proyek pembangunan dengan visi beyond oil development.

"Dengan demikian, semakin banyak negara-negara di Timur Tengah khususnya GCC yang mulai melakukan diversifikasi pembangunan dari oil-based-revenue dengan non-oil based revenue khususnya dari aspek jasa atau service based economy dan karenanya akan semakin investment friendly," kata dia.

Selain potensi bisnis tersebut, lanjut Hery, DIFC merupakan financial center yang mature, ramah terhadap investasi serta memiliki kerangka hukum dan regulasi berstandar internasional.

"DIFC merupakan pusat keuangan terkemuka di Timur Tengah, Afrika, dan Wilayah Asia Selatan (MEASA) dengan cakupan total 72 negara yang kurang lebih memiliki total populasi 3 miliar penduduk dengan nominal PDB 7,7 triliun dolar AS," imbuh Hery.

Selain itu, lanjutnya, DIFC pun memiliki rekam jejak selama 15 tahun dalam memfasilitasi arus perdagangan dan investasi di seluruh wilayah MEASA.

"Hal itu menjadikan Dubai sebagai penghubung dengan pasar Asia, Eropa, dan Amerika," pungkasnya.

Untuk informasi, dengan visinya mendorong masa depan keuangan, DIFC saat ini memiliki lebih dari 3.292 perusahaan yang terdaftar yang berfokus pada: Banking Services (Investment, Corporate, & Private), Capital Markets (Equity, Debt, Derivatives, & Commodity Trading), Asset management & Fund Registration, Reinsurance, Islamic Finance, serta Back Office Operations.