Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kemaritiman Rizal Ramli kerap menyampaikan kritiknya kepada pemerintahan Indonesia. Belakangan ini, Rizal sering melontarkan kritik kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Nyinyiran dan sindiran Rizal Ramli, juga kerap dibalas oleh Menkeu, meski Sri Mulyani tak menyebut nama secara langsung. Namun demikian, dalam sebuah cuitannya di media sosial Twitter, Rizal Ramli akhirnya sepakat dengan pendapat mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu perihal pertumbuhan ekonomi.

Dalam seminar bertema "Indonesia Emas 2045: Lulus dari Middle Income Trap", Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa RI bisa saja mendapatkan status negara maju, jika ekonominya tumbuh 8 persen year on year (yoy) secara berkelanjutan. Dengan demikian, menurutnya, Indonesia bisa keluar dari middle income trap.

"Kali ini SMI benar, butuh pertumbuhan 8 persen per tahun sampai 2045, agar RI jadi negara maju," ujar Rizal Ramli dalam cuitannya di Twitter, dikutip VOI, Sabtu 28 November.

Meski setuju, lagi-lagi cuitan Rizal Ramli berujung pada nyinyiran. Ia menyebut, kinerja pertumbuhan yang selalu di bawah 6 persen menunjukan ada pengelolaan yang salah dari pemerintah.

"Tapi kinerja selama ini selalu di bawah 6 persen karena rumusnya hanya ngutang dan naikkan harga. Strategi yang gagal!," tulis Rizal Ramli.

Rizal Ramli memang kerap menjuluki Sri Mulyani dengan sebutan 'ratu utang' hingga 'pengemis utang bilateral' ketika menanggapi kinerja salah satu menteri perempuan dalam kabinet Indonesia Maju tersebut.

Sri Mulyani pun mengungkapkan, perihal utang sudah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 72/2020 tentang Perubahan atas Perpres No 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020.

Sri Mulyani mengatakan, dalam Perpres Nomor 72 terkait anggaran APBN 2020 memiliki estimasi defisit dengan pembiayaan dari SBN (surat berharga negara), pinjaman, bilateral, dan multilateral.

"Ada orang-orang hari ini yang suka bicara masalah utang, sampaikan saja bahwa di Perpres 72/2020 itu waktu anggaran APBN 2020 dengan estimasi defisit sekian itu pembiayaannya adalah dari SBN, dari pinjaman, ada yang bilateral, ada multilateral," jelas Menkeu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KITA yang disiarkan secara virtual, Senin 23 November.

Untuk itu, Sri Mulyani meminta agar tidak ada pihak-pihak yang menanggapi miring seolah-olah pemerintah belum mempunyai rencana untuk menjalankan Perpres 72/2020.