JAKARTA - Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Maritim periode 2015-2016 Rizal Ramli di saluran Youtube Karni Ilyas pada akhir pekan lalu soal wacana pemerintah yang berniat mengenakan pungutan pajak (PPN) pada barang kebutuhan pokok (sembako) mendapat respon dari Menko Perekonomian periode 1999-2000 Kwik Kian Gie.
"Jadi benar-benar ini pemerintah sangat pro sama yang gede yang udah kaya dan menindas yang miskin," ungkap Rizal Ramli di Youtube Karni Ilyas ketika membandingkan insentif perpajakan sektor otomotif dengan rencana pajak sembako.
Menurut Kwik, Rizal cukup menyoroti sikap pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, yang dinilai kurang menunjukan rasa empati kepada rakyat di tengah tekanan pandemi.
Kwik menambahkan, RR, panggilan akrab Rizal Ramli, mempunyai pandangan yang cukup berbeda dengan Sri Mulyani dalam urusan pengelolaan keuangan negara meskipun keduanya sama-sama meraih gelar Doktor dari perguruan tinggi bergengsi di Amerika Serikat (AS).
Dia menduga, RR tidak sepenuhnya tahu gaya diplomasi yang dilakukan pemerintah beserta Sri Mulyani dengan pihak asing terkait dengan upaya mengatur keuangan negara.
“Menyaksikan RR, saya penasaran apa betul SMI (Sri Mulyani) yang Doktor lulusan University of Illinois kalah dalam pengetahuan dibandingkan dengan yang juga Doktor dari Boston University. Bukannya SMI punya alasan-alasan kuat yang tidak diketahui oleh RR?” kata Kwik Kian Gie melalui akun Twitter pribadinya, Minggu, 13 Juni.
Kwik lantas sempat pula membeberkan pengalamannya ketika proses negosiasi dengan pihak asing soal pembiayaan negara. Saat itu, dia harus bertemu dengan para kreditur Indonesia, yakni IMF, Bank Dunia, dan CGI guna menyampaikan niatan penjadwalan ulang utang negara.
Bahkan, dia bersama dengan Menteri Keuangan saat itu Bambang Sudibyo bermaksud menggertak para kreditur untuk memberikan beberapa pelonggaran. Namun sayang, niatan tersebut tampaknya keburu diketahui.
Dia dan Menkeu Bambang Sudibyo lalu ‘dikawal’ oleh Prof. Widjojo Nitisastro dan Sri Mulyati Indrawati yang merupakan bagian dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang diketuai oleh Prof. Emil Salim. DEN yang dibentuk pada 1999 bertugas memberikan masukan strategis guna mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat itu.
"Siapa yang menjaga saya supaya tidak keras? Tidak lain adalah Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dan Dr Sri Mulyati Indrawati. Kami duduk dari jam 10.00 pagi sampai jam 10.00 pagi keesokan harinya. Demikian ketatnya penjagaan terhadap Menko (KKG) dan Menkeu (Bambang Sudibyo) supaya tidak keras dan tidak kurang ajar terhadap Tuan-tuyan counterpart," katanya.
Kwik paham betul tugasnya sangat berat saat mengawal ekonomi Indonesia keluar dari krisis multidimensi saat itu. Namun, dia tidak punya pilihan selain menerima dan menjalankan mekanisme soft loan yang disodorkan oleh IMF.