Bagikan:

TERNATE - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara mengungkap kasus mafia tanah di Kabupaten Halmahera Tengah dengan modus operandi melalui pemalsuan surat-surat akta otentik. 

Sebanyak empat orang ditetapkan jadi tersangka. Salah satunya mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Kabid Humas Polda Maluku Utara Kombes Michael Irwan Thamsil mengatakan, empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah ini masing-masing WL alias Togo yang merupakan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Halmahera Tengah, YI alias Yermia selaku Kepala Desa Nusliko, serta dua orang lainnya UB alias Umar dan DI alias Dani.

Kasus dugaan pemalsuan akta tanah itu terjadi dalam kurun waktu Agustus 2018 sampai Februari 2019.

Modusnya, sambung Michael, dengan cara memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik hingga timbulnya sertifikat hak milik baru dalam bidang tanah yang telah dilekati dengan bukti kepemilikan yang sah berupa SHM Nomor 03 Tahun 1969 atas nama Hadijah Assagaf dan SHM Nomor 04 Tahun 1969 atas nama Fariz Assagaf melalui program strategis nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018 untuk bidang tanah yang berada di Desa Nusliko.

"Akibat dari perbuatan para pelaku, korban Idrus Assagaf mengalami kerugian kehilangan hak penguasaan dan hak materi," kata Michael saat rilis kasus di Ternate, Antara, Kamis, 22 September.

Menurut Michael, keempat orang tersangka diduga menjual tanah per kapling dengan harga Rp15 juta hingga Rp20 juta yang luas keseluruhannya 32 hektare dan dipecah menjadi 271 sertifikat.

Para tersangka dijerat dengan pasal 264 ayat (1) ke-1 sub pasal 263 jo pasal 55 ayat (1) dan (2) KHUP dengan ancaman hukum penjara paling lama delapan tahun.

"Ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara. Perkara tersebut telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan akan dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap dua) pada Kamis hari ini ke JPU," ujarnya.