Polda Jateng Dalami Dugaan Keterlibatan Pejabat di Kasus Mafia Tanah
Dirkrimsus Polda Jateng Kombes Johanson Simamora (kiri) menjelaskan pengungkapan kasus tindak pidana mafia tanah di Semarang, Selasa. (ANTARA/ I.C.Senjaya)

Bagikan:

SEMARANG - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah (Jateng) masih mendalami dugaan keterlibatan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam berbagai kasus tindak pidana mafia tanah yang terjadi di sejumlah daerah.

"Kita masih intensif mendalami hal itu," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jateng Kombes .Johanson Simamora di Semarang dilansir ANTARA, Selasa, 19 Juli.

Dalam setahun terakhir ini terdapat 6 kasus dugaan tindak pidana yang ditangani Satgas Mafia Tanah Polda Jawa Tengah.

Dari enam perkara yang disidik tersebut, lanjut Kombes Johanson, sudah ada 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut dia, para tersangka tersebut memiliki peran masing-masing sebagai pemodal maupun perantara yang mencarikan tanah.

"Namun, belum ada keterlibatan unsur pejabat negara atau notaris," katanya.

Dalam aksinya, para tersangka kasus mafia tanah tersebut menggunakan modus memalsukan akta jual beli atau akta kuasa jual maupun beli.

Salah satu kasus terbaru yang ditangani Polda Jawa Tengah, lanjut dia, yakni laporan korban mafia tanah di wilayah Kota Salatiga.

Menurut Kombes Johanson, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Kasus itu bermula dari laporan korban pemilik 11 bidang tanah pada 2018 yang mengaku sertifikat tanahnya sudah berpindah tangan tanpa sepengetahuan mereka.

"Pada 2016, sebanyak 11 pemilik tanah di Salatiga ini berencana menjual tanahnya kepada tersangka berinisial ES," katanya.

Para pemilik tanah masing-masing sudah menerima uang muka sebesar Rp10 juta dan dipinjam sertifikatnya untuk dicek di BPN.

Seiring berjalannya waktu, sertifikat tersebut ternyata telah dibaliknamakan atas nama tersangka AH yang diduga sebagai pemodal dalam pembelian tanah tersebut.

Sertifikat yang sudah berubah kepemilikan itu, lanjut dia, justru dijadikan agunan ke bank yang berakhir dengan kredit macet.

Johanson menyebut penyidikan kasus dugaan mafia tanah tersebut cukup sulit karena sudah terjadi beberapa tahun lalu serta sejumlah saksi sudah meninggal dunia.

Para tersangka dalam kasus dugaan mafia ranah tersebut selanjutnya dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan serta Pasal 266 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen.