JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menggelar acara bedah buku Bonita: Hikayat Sang Raja. Buku ini ditulis oleh seorang jurnalis media daring bernama Chaidir Anwar Tanjung.
Dalam sambutannya yang dibacakan oleh Wakil Menteri LHK Alue Dohong, Menteri LHK Siti Nurbaya menyebut, sebenarnya isi buku ini akan dipaparkan oleh Chaidir sendiri. Namun, takdir berkata lain. Chaidir meninggal dunia tepat seminggu lalu pada 20 November.
"Baru saja kami bertemu, duduk bersama untuk membahas rencana bedah buku ini. Seharusnya, saat ini kita mendengarkan cerita-cerita beliau. namun rupanya tuhan yang lebih sayang memanggil beliau mendahului kita," kata Siti dalam acara bedah buku, Jumat, 27 November.
Siti menjelaskan, buku ini ditulis berdasarkan pengalaman Chaidir meliput pengamanan satwa liar yakni Harimau Bonita yang beberapa tahun lalu menerkam dua orang hingga tewas.
"Perjalanan upaya penyelamatan Bonita yang dimulai sejak akhir tahun 2017 hingga berhasil dilepasliarkan pada tahun 2020, berhasil didokumentasikan oleh almarhum Chaidir disampaikan dengan bahasa populer dan seolah-olah sedang mendongeng. Itu sebabnya ini seperti dongeng cerita hikayat sang raja," jelas Siti.
Terkaman Bonita dipicu konflik dengan manusia
Peneliti Fakultas Kehutanan UGM, Ali Imran membaca ada konflik yang terjadi antara harimau Bonita dengan manusia sehingga menewaskan dua orang, bila membaca buku Bonita: Hikayat Sang Raja.
Ali melihat, Bonita adalah individu yang sedang mencari wilayah kekuasaan. "Karena dia adalah harimau dengan usia yang masih relatif muda, maka dia berupaya mencari teritori," kata Ali.
Kemudian, Bonita sebenarnya sudah cukup familiar dengan kehadiran manusia di sekitarnya. Sebab, Bonita masih bisa bertahan di kawasan hutan yang dekat dengan jalan dan lintasan kendaraan yang lewat.
"Hal ini menunjukkan bahwa Bonita secara personal itu bisa beradaptasi dengan manusia," ucap dia.
BACA JUGA:
Selanjutnya, Ali melihat memang ada konflik yang terjadi dalam terkaman Bonita kepada dua warga. Saat itu, seorang korban bernama Kusmiati berupaya menyelamatkan diri dengan memukul Bonita. Dari situ, Bonita merasa terancam.
Kemudian, korban kedua yakni seorang pembuat sarang burung wallet bernama Yusri Effendi juga dianggap mengancam oleh Bonita. Yusri melempari batu, sehingga Bonita menerkamnya.
"Kalau saya melihat, harimau itu cukup mudah adaptif. Harimau kan kalau makan cukup, ada pasangan, mereka mudah bereproduksi. cuma, ini karakteristik individu yang memiliki konflik ini perlu dipahami masyarakat," ungkap Ali.
Sebagai informasi, diawali pada Januari 2018, seorang pekerja perkebunan PT THIP bernama Jumiati tewas diterkam harimau Bonita. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menurunkan tim bersama stakeholder terkait untuk mencari Bonita.
Maret 2018, jatuh korban berikutnya. Seorang pembuat sarang burung wallet bernama Yusri effendi tewas diterkam Bonita. Saat itu, suasana perkampungan semakin mencekam. Warga marah dan berramai-ramai ingin memburu dan membunuh Bonita.
Namun, tim berusaha keras untk menenangkan. Mereka meminta warga agar tidak anarkis terhadap harimau sumatera.
Pemerintah sebenarnya melakukan berbagai upaya untuk mencari Bonita, seperti mendatangkan pawang harimau asal Aceh sampai komunikator satwa asal Kanada. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Tim terus berupaya, hingga akhirnya pada April 2018, di hari ke 108 pencarian, Bonita ditemukan. Bonita dibawa ke pusat rehabilitasi Sumatera. Pada 31 juli 2019, bonita dilepasliarkan di kawasan konservasi, termasuk satu harimau lainnya yakni Atan Bintang.