YOGYAKARTA – Tersangka kasus pembunuhan Novriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo dijerat pasal 340 KUHP tentang Hukuman Pembunahan Berencana.
Selain itu, tiga tersangka lain, yakni Richard Eliezer (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR), dan Kuat Ma’ruf (KM) yang membantu dan menyaksikan penembakan korban juga dijerat dengan pasal yang sama.
“Berdasarkan perannya masing-masing, penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto pada awal Agustus lalu, dikutip dari VOI.
Belakangan, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi juga dijerat Pasal 340 KUHP karena diduga terlibat dalam kasus pembunahan Brigadir J. Lantas apa isi pasal tersebut?
Isi Pasal 340 KUHP tentang Hukuman Pembunuhan Berencana
Menurut Pasal 340 KUHP, pelaku pembunan berencana terancam hukuman mati, pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Adapun bunyi Pasal 340 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berbunyi, “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Sementara yang dimaksud dengan pembunuhan berencana adalah suatu kejahatan yang merampas nyawa orang lain atau membunuh, yang diawali dengan perencanaan tentang metode dan waktu pelaksanaan, serta tentunya bertujuan agar tindakan tersebut berhasil dilakukan dan bisa terhindar dari penangkapan aparat hukum.
Unsur-unsur terjadinya pembunuhan berencana yakni; Unsur Subjektif (a) Dengan sengaja (b) Dengan rencana terlebih dahulu. Unsur Objektif (a) Perbuatan menghilangkan nyawa (b) Objeknya adalah nyawa orang lain.
Pembunuhan berencana ini sendiri terdiri dari pembunuhan Pasal 338, ditambah dengan adanya unsur direncanakan terlebih dahulu, maka ancaman pidananya akan lebih berat. Ini disebabkan karena adanya unsur direncanakan terlebih dahulu, sebelum dilaksanakan.
Adapun bunyi Pasal 338 yakni:
"Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun".
Pada dasarnya, ada tiga hal yang menjadi dasar hingga dianggap sebagai pembunuhan berencana, antara lain:
- Memutuskan kehendak/niat dalam keadaan tenang;
- Tersedianya waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak/niat sampai dengan dilaksanakannya pembunuhan;
- Pelaksanaan kehendak/niat (perbuatan dalam suasana tenang.
Maksud dari kalimat memutuskan niat dalam keadaan tenang di sini, adalah suasana batin yang dimilikinya itu, sebelum memutuskan untuk merencanakan pembunuhan. Dengan kata lain, sebelum memutuskan untuk membunuh, segala sesuatu termasuk untung dan ruginya, telah dipikirkan, dipertimbangkan, dan dikaji ulang oleh pelaku yang bersangkutan.
Sedangkan tersedianya tenggang waktu yang dimaksud dalam pembunuhan berencana ini adalah, waktu yang diambil sebelum seseorang memutuskan untuk menjalankan niat membunuhnya tadi.
Tidak terlalu singkat, karena bisa berakibat pada tidak adanya kesempatan untuk berpikir secara matang. Namun, tidak juga terlalu jauh, karena jika terlalu lama juga, justru akan mengakibatkan hilangnya keterkaitan antara pengambilan niat dengan waktu pelaksanaan pembunuhan.
Berikutnya, dilakukan dalam suasana hati yang tenang, maksudnya adalah pelaku tersebut tidak sedang dalam amarah yang tinggi, rasa takut berlebihan, atau pun dengan tergesa-gesa.
Jadi, ketiga unsur yang membentuk terjadinya suatu pembunuhan berencana ini, sifatnya kumulatif, dan saling berkaitan satu dengan yang lain, menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Atas dasar inilah, maka suatu pembunuhan berencana dikatakan sebagai tindakan penghilangan nyawa seseorang yang paling sadis dibandingkan dengan pembunuhan lainnya. Ancaman hukumannya yang paling tinggi adalah hukuman mati.
Demikianlah bunyi pasal 340 KUHP tentang Hukuman Pembunuhan Berencana yang menjerat Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan KM di kasus pembunuhan Brigadir J.