JAKARTA - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan dana kampanye untuk Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) saat Pemilu 2024.
Koordinator Nasional Pemantau Pemilu PB PMII Hasnu mengatakan, pihaknya mempelototi potensi munculnya kasus itu karena setiap pelaksanaan pemilu di Indonesia, biaya politiknya sangat mahal.
"Biaya politik yang sangat mahal menjadi trigger bagi peserta pemilu (parpol/politisi) melakukan praktek korupsi, ijon politik, dibiayai oleh pengusaha seperti sektor energi, tambang dan batu bara, pengusaha infrastruktur jalan, pengusaha nikel, pengusaha sawit, pengusaha ekspor/import," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Selasa 13 September.
PB PMII diketahui resmi menjadi pemantau Pemilu 2024 sesuai hasil akreditasi Bawaslu pada 4 Agustus 2022. Hal itu menjadikan PB MMI menyoroti sejumlah potensi berkaitan dengan Pemilu 2024.
Hasnu menjelaskan, dalam kerja-kerja pemantauan, PB PMII menggunakan dua perspektif; pemantauan menyeluruh dan pemantauan spesifik seperti politik uang.
BACA JUGA:
Saat menyambangi gedung KPK belum lama ini, PB PMII diterima Kasatgas Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK RI, Johnson Ridwan Ginting.
Johnson melanjutkan, konsentrasi isu PB PMII sangat relevan dengan arah pemberantasan korupsi KPK RI.
"Tindak pidana di sektor tambang, sawit, energi dan batubara setelah kami dalami di lapangan sebenarnya berawal dari perputaran mata uang saat pilkada. KPK sampai saat ini menggagas program gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam," ujar Johnson.
Menurut Johnson, banyak pengusaha yang bermain pada isu tersebut, namun di satu sisi agak sulit bagi KPK dalam menetapkan seseorang menjadi status tersangka selama belum terdapat dugaan kerugian keuangan negara.
"Pemilu dan politik uang, pendanaan parpol dan biaya kampanye berdiri pada UU Pemilu, di sini ada ruang kosong. PB PMII harus mendorong UU ini agar ada titik temu dengan UU Tipikor," pungkasnya.