Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan surat keputusan pengesahan penetapan Muhammad Mardiono sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 2020-2025. Artinya, PPP tidak lagi dipimpin Suharso Monoarfa yang menjadi pencetus Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam, menilai polemik di tubuh PPP akan berdampak pada kesolidan KIB. Karenanya, dia menyarankan Golkar dan PAN untuk mewaspadai dampak dari pergantian pucuk pimpinan di PPP tersebut.

Umam mensinyalir indikasi adanya kontrol kekuasaan politik dalam pergantian pimpinan dari Suharso ke Mardiono. Dugaan itu dapat terlihat dari kecepatan pengesahan SK Kemenkumham yang hanya memakan waktu 5 hari.

"Dengan demikian, polemik 'amplop Kiai' bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP. Situasi ini menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB. Prediksi KIB akan layu sebelum berkembang seolah akhirnya terkonfirmasi," ujar Umam di Jakarta, Senin, 12 September. 

Menurut Umam, sejumlah informasi spekulatif mengabarkan operasi politik pendongkelan pimpinan partai KIB yang lain belakangan ini juga kian menyeruak. 

"Salah satu partai yang patut mengantisipasi ini adalah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto," katanya.

Dasar analisa Umam berdasarkan fakta mantan Ketum PPP Suharso Monoarfa dan Plt Ketum PPP Mardiono, sama-sama berada di dalam struktur pemerintahan. Suharso sebagai Menteri Bappenas dan Mardiono sebagai anggota Wantimpres. 

Umam pun menengarai kemungkinan adanya kekuatan politik yang terhalang oleh keputusan politik Suharso yang memilih bergabung dengan KIB.

"Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya," jelas Umam.

Menurut Umam, meski Mardiono disebut sebagai juru runding utama PPP pada KIB, namun hal itu tidak menjamin sepenuhnya ketetapan pilihan politik PPP dalam KIB. Dia memprediksi kepemimpinan baru PPP akan menempuh jalan yang bisa jadi berbeda dengan saat ini.

"Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP," terang dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina Jakarta itu.

Umam menegaskan, bagaimana pun pilihan PPP untuk mendukung capres-cawapres pada Pilpres 2024 juga akan mempengaruhi eksistensi partai berlambang Ka'bah itu ke depan.

"Problemnya, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan keberlangsungan eksistensi PPP ke depan," kata Umam.

"Jadi dibutuhkan kerja keras, karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan," imbuhnya.