JAKARTA - Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa didesak mundur dari jabatannya oleh tiga majelis pimpinan, yaitu Majelis Syariah, Majelis Kehormatan, dan Majelis Pertimbangan. Desakan mundur ini dilayangkan buntut dari pidato 'amplop kiai' yang dianggap menyinggung para ulama dan pesantren.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad, menilai desakan mundur ini akan berpengaruh pada stabilitas koalisi menjelang Pemilu 2024.
Menurutnya, jika Suharso Monoarfa mundur maka akan menggoyang koalisi yang saat ini tengah dibangun bersama Golkar dan PAN untuk Pemilu 2024. Bukan tidak mungkin, kata dia, PPP akan keluar dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
"Kalau sampai Suharso Monoarfa mundur dari Ketum PPP, tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada KIB, bisa saja PPP keluar dari KIB. Karena terkait dengan dukung mendukung atau koalisi Pilpres 2024," ujar Andriadi kepada VOI, Selasa, 30 Agustus.
Andriadi mengingatkan, fenomena polemik kepemimpinan PPP sejak beberapa tahun belakangan memang sudah sering terjadi.
"Bermula ketika Pilpres 2014, dimana PPP terbelah menjadi dua kubu yaitu kubu Surya Darma Ali (SDA) yang saat itu mendukung Prabowo-Hatta dan kubu Romahurmuziy yang mendukung Jokowi-JK. Namun, pada akhirnya kemenkumham mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy," katanya.
Setelah kepemimpinan Romy yang terjerat kasus korupsi pada 2019, lanjutnya, kepemimpinan PPP dijabat Suharso Monoarfa sebagai Pjs. Kemudian setelah Munas PPP Suharso Monoarfa ditunjuk sebagai Ketum PPP definitif.
"Kalau saat ini Suharso Monoarfa digoyang kembali oleh 3 majelis PPP, bisa saja penyebabnya ungkapan 'amplop kiai' beberapa waktu lalu," katanya.
Apalagi, kata Andriadi, PPP adalah salah satu partai Islam yang didukung para ulama dan kiai. Tentu ungkapan 'amplop kiai' menyinggung para ulama dan kiai.
"Menurut hemat saya wajar kalau desakan 3 majelis PPP agar Suharso Monoarfa mundur dari Ketum PPP, karena dinilai menyinggung dan mendiskreditkan para ulama dan kiai yang notabene kader dan basis massa PPP," jelas Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC itu.
BACA JUGA:
Di sisi lain, menurut Andriadi, pada Pileg 2019 dibawah kepemimpinan Suharso Monoarfa PPP tidak menunjukkan peningkatan. Bahkan PPP menjadi partai juru kunci di parlemen dengan perolehan suara 4,52 persen atau 19 kursi.
"Selain itu, bisa jadi penyebab lain majelis PPP mendesak Suharso Monoarfa mundur, karena dinilai PPP dibawah kepemimpinan Suharso Monoarfa bisa membawa PPP tidak lolos PT pada pileg 2024 mendatang," katanya.