Selama Belum Ada Bukti Kuat, Pengakuan Putri Candrawathi soal Pelecehan Seksual Tak Ganggu Penanganan Kasus Brigadir J
Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi menjalani proses rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Duren Tiga, Selasa (30/8). (Antara/Asprilla Dwi Adha)

Bagikan:

JAKARTA -  Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon berpendapat dugaan kekerasan seksual terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, tidak akan mengaburkan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J lantaran dugaan tersebut belum memiliki bukti yang kuat.

"Terutama alat buktinya apa? Karena dalam ranah penyidikan perlu kejelasan semua temuan dan petunjuk yang ada," ujar Josias dalam keterangan yang dikutip ANTARA, Selasa, 6 September.

Josias menyebut dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri Candrawathi masih terlalu dini.

Menurutnya, tak menutup kemungkinan dugaan kekerasan seksual ini, untuk meringankan hukuman para tersangka pembunuhan Brigadir J.

"Karena bicara motif yang akan menentukan pasal tindak pidananya, karena itu dalam rangka mengaburkan atau meminimalkan hukuman," kata Josias

Namun, kata Josias, Tim Khusus Polri harus tetap mendalami dan memverifikasi ulang dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi tersebut.

Menurutnya, temuan Komnas HAM baru berdasarkan keterangan saksi dan korban.

"Apakah sesuai atau tidak dengan yang sudah ada. Jadi masukan atau tambahan yang perlu diverifikasi kembali," ujarnya lagi.

Sebelumnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan dugaan kekerasan seksual Brigadir J kepada Candrawathi, istri Sambo.

Dari laporan hasil pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM yang disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, di Jakarta, Kamis (1/9), dugaan kekerasan seksual terjadi di Magelang, Kamis (7/7).

Peristiwa itu terjadi setelah Candrawathi merayakan hari ulang tahun pernikahan sekitar pukul 00.00 WIB.

Merujuk pada UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual satu alat bukti, yaitu keterangan korban dapat dilaporkan dan diproses hukum. Hal ini berbeda dengan pola pemidanaan dimana perlu dua alat bukti yang sah.