KPK Duga Bupati Pemalang Nonaktif Promosikan Anak Buahnya Tergantung dari Uang Setoran
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga promosi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, terjadi didasari uang setoran yang diserahkan kepada Bupati Pemalang nonaktif Mukti Agung Wibowo.

Dugaan ini didalami dengan memeriksa lima saksi, salah satunya Kepala Pasar Pemalang Patoni.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pemeriksaan itu dilakukan pada Jumat, 2 September di Polres Pemalang. Sejumlah aparatur sipil negara (ASN) diduga harus memberikan uang lebih dulu sebelum dipromosikan jabatannya.

"Seluruh saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya aliran uang untuk tersangka MAW dari pemberian beberapa ASN yang akan di promosikan untuk jabatan tertentu," kata Ali kepada wartawan, Senin, 5 September.

Selain Patoni, KPK juga memeriksa empat saksi lainnya yaitu Camat Bantar Bolang Waluyo, PNS Misdiyanto, supir bernama Danny, dan wiraswasta Ab Yulianto Alian Bagun. Ali enggan memerinci lebih lanjut besaran duit untuk mendapatkan jabatan tertentu.

"Dikonfirmasi juga adanya penerimaan uang dari pihak swasta untuk tersangka MAW," ungkap Ali.

Mukti ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Wibowo, Pj Sekda Kabupaten Pemalang Slamet Masduki, Kepala BPBD Sugiyanto, Kadis Kominfo Kabupaten Pemalang Yanuarius Nitbani, dan Kadis PU Kabupaten Pemalang Mohammad Saleh.

Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Agustus. Dalam operasi tersebut, tim menemukan bukti berupa uang tunai Rp136 juta, buku tabungan Bank Mandiri atas nama Adi Jumal Widodo yang berisi uang Rp4 miliar, slip setoran BNI atas nama Adi Jumal senilai Rp680 juta, dan kartu ATM atas nama Adi Jumal yang digunakan Mukti.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Mukti ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih. Sementara Adi menempati Rutan KPK pada Kavling C1.

Sedangkan tiga tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama hingga 31 Agustus.

KPK mengungkap Mukti mematok tarif antara Rp60 juta hingga Rp350 juta. Hal ini disesuaikan dengan jabatan yang ingin diduduki oleh calon. Adapun uang yang diterima Mukti melalui Adi diduga mencapai Rp4 miliar. Selanjutnya, uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadinya.