Jelang Pemilu 2024, Hoaks Kategori Satir Mulai Meningkat di Medsos
Ilustrasi. Deretan alat peraga kampanye caleg di depan Stadion Galuh, Ciamis, Jabar, November 2018. (Antara-Adeng Bustomi)

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Network for Indonesian Democratic Society (Netfid) Aida Mardatillah mengatakan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian atau hate speech meningkat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Menjelang pesta demokrasi lima tahunan itu makin marak," ujar Aida dalam webinar yang disiarkan YouTube BB EXPO Channel, Kamis 25 Agustus.

Ia menyebut konten yang marak muncul jelang Pemilu adalah cyber bullying dalam bentuk hoaks kategori satir. "Dengan menggunakan konten politik yang cenderung berisi konten menyerang tokoh politik atau saling serang antar pendukung partai politik," ujarnya.

Aida mengambil contoh pada proses jelang Pemilu periode sebelumnya di mana banyak bermunculan hoaks yang ditujukan bagi golongan-golongan tertentu yang mengikuti kontestasi politik.

"Kominfo pun menemukan lebih dari seribu informasi hoaks di media sosial dengan konten kampanye hitam menjelang Pemilu 2019, berarti dalam prosesnya, bukan pada kontestasi dalam pelaksanaannya," ucapnya.

Lebih lanjut, berdasarkan laporan Antara, ia membeberkan beberapa konten hoaks yang mendapat sorotan tinggi dari masyarakat pada Pemilu 2019 lalu, di antaranya kasus hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet, adanya surat suara atau kontainer kosong yang sudah dicoblos, e-KTP palsu dari Tiongkok, hingga sejumlah tuduhan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meski pelakunya kerap kali lolos, Aida mengatakan sejumlah regulasi sejatinya sudah memayungi perihal penyebaran hoaks maupun ujaran kebencian, seperti Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/06/X/2015 terkait penanganan ujaran kebencian, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, hingga Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik.

Ia pun merekomendasikan KPU ataupun Bawaslu membuat regulasi internal dan surat edaran untuk menangkal peningkatan peredaran hoaks dan ujaran kebencian dalam proses perjalanan menuju Pemilu 2024.

"Karena kalau misalkan melihat di UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 kemudian UU Pilkada itu tidak secara spesifik mengatur mengenai hoaks dan hate speech, tapi bila ada masyarakat yang melakukan hal tersebut bisa dikenai dengan aturan-aturan yang umum di luar UU Pemilu dan UU Pilkada," tuturnya.

Oleh karenanya, kata Aida, diperlukan antisipasi bersama segenap pihak guna mencegah meningkatnya peredaran hoaks dan ujaran kebencian jelang Pemilu 2024 agar indeks demokrasi Indonesia tidak lagi menurun, yang merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik indeks demokrasi Indonesia tengah naik.

"Di sini ada empat saya membuat bagaimana cara melawan hoaks dan hate speech, ada literasi, peran dari civil society, dan juga kemudian peran dari pemerintah, dan partai politik politisi itu sendiri," tandasnya.