Polri Diminta Tangkap Eks Petinggi Castrol, 3 Tahun Jadi Tersangka Belum Ditahan
Bareskrim Polri. (ANTARA-Laily Rahmawaty)

Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri diminta untuk segera menahan mantan Chairman Castrol Indonesia, Antonius Setyadi. Antonius merupakan tersangka kasus dugaan penipuan bermodus pengurusan izin tambang nikel.

Antonius telah berstatus tersangka pada 2019. Namun, hingga saat ini belum dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan.

"Kami meminta kepada Bareskrim Polri untuk segera menangkap yang bersangkutan. Karena sejak penetapan tersangka pada 2019 belun ada penangkapan atau penahanan," ujar kuasa hukum pelapor, Rendra Septian kepada wartawan, Selasa, 23 Agustus.

Penetapan itu berdasarkan surat dengan nomor B/1342-Subdit I/XII/2019/Dit.Tipidum. Surat itu, ditandatangani oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang kala itu dijabat oleh Irjen Nico Afinta.

Kasus penipuan ini, kata Rendra, berawal dari laporan polisi (LP) dengan nomor LP/B/0454/V/2019/Bareskrim, tertanggal 10 Mei 2019. Antonius yang kala itu masih berstatus terlapor diduga melanggar Pasal 378 dan 372 KUHP.

Dugaan penipuan bermulai saat kliennya menjalin kerja sama dengan Antonius Setyadi mengenai pengelolaan tambang nikel pada 2016.

Dalam kerja sama itu, Antonius Setyadi meminta dana sebesar Rp13 miliar untuk pengurusan legalitas perusahaan dalam pengelolaan tambang nikel. Hanya saja, pengurusan tak kunjung rampung.

Diduga, uang yang diberikan kliennya sebagai pengurusan izin itu justu digunakan untuk kepentingan pribadi Antonius.

"Namun, seiring sejalan waktu, AS (Amerika Serikat) tidak dapat memberikan kepastian penambangan dan operasional di lapangan serta tidak adanya jaminan legalitas, yang berakibat pada bijih nikel yang dijanjikan namun AS tetap meminta pendanaan terus menurus," ungkapnya.

Sehingga, kliennya yang merupakan peruhasaan itu mendesak Antonius Setyadi segera memberikan kepastian perihal pengurusan izin. Tetapi, dia justru selalu menghindar dengan berbagai alasan.

Bahkan, Antonius justru disebut meminta meminta uang lagi kepada kliennya atau PT Lim sebesar 1 juta dolar Amerika Serikat (AS). Alasannya, uang itu untuk pengurusan izin eksport.

"Sampai saat ini belum ada pengembalian uang oleh tersangka kepada klien kami," kata Rendra.