Bagikan:

JAKARTA - Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul menilai permohonan pengujian revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan sejumlah peneliti dan dosen yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi penuh opini dan prasangka.

"Saya melihat dari uraian-uraian yang diajukan dalam permohonannya, ini Anda memberikan opini-opini yang sifatnya prejudice, ini tidak perlu," kata Manahan Sitompul dalam sidang perdana secara daring di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) dikutip Antara, Kamis, 19 November.

Menurut dia, permohonan para pemohon cukup tebal disertai pemberitaan yang memuat komentar tentang Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Alih-alih memasukkan opini dalam permohonan, dia menyarankan pemohon mencantumkan teori yang berhubungan dengan pengujian formal serta perkembangannya.

Manahan Sitompul mencontohkan untuk dalil pembentukan undang-undang itu dilakukan dengan tergesa-gesa dan tertutup, yang menentukan benar tidaknya hal itu nantinya adalah alat bukti, saksi, dan ahli.

Sebelumnya, para pemohon, yakni Giri Taufik, Violla Reininda, Muhammad Ihsan Maulana, Rahmah Mutiara, Korneles Materay, Beni Kurnia Illahi, dan Putra Perdana Ahmad Saifullohi mengajukan pengujian formal dan materi terhadap revisi UU MK.

Untuk uji formal, menurut para pemohon, revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dibentuk secara tertutup dan tergesa-gesa dalam prosesnya yang berlangsung kurang dari sebulan.

Selanjutnya, para pemohon mempersoalkan naskah akademik RUU Mahkamah Konstitusi yang dinilai buruk karena tidak menjabarkan secara komprehensif analisis mengenai perubahan ketentuan dalam RUU Mahkamah Konstitusi.

Untuk uji materi, pasal yang dipersoalkan Pasal 15 Ayat (2) huruf d dan h, Pasal 20 ayat (1) dan (2), Pasal 23 Ayat (1) Huruf c, Pasal 59 Ayat (2), Pasal 87 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.