Terbongkar di Persidangan, Ini Modus MSAT Alias Mas Bechi Cari Korban Santriwati untuk Dicabuli
Tersangka pencabulan santriwati Jombang, MSAT alias Mas Bechi (mengenakan kemeja putih dan rompi tahanan)/DOK FOTO: AM Sby-VOI

Bagikan:

SURABAYA - Open rekrutmen tenaga kesehatan Rumah Sehat Tentrem Medical Center (RSTMC) menjadi modus yang dilakukan Mochamad Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi untuk mencari korban untuk dicabuli.

Dari lima saksi yang dihadirkan saat sidang, empat saksi di antaranya adalah peserta RSTMC yang menjadi korban pencabulan tersebut.

"Keempat saksi itu adalah peserta pelatihan tenaga kesehatan RSTCM yang dirintis terdakwa Bechi," kata Women Crisis Center (WCC), Anna Abdillah, pendamping korban pencabulan usai sidang di PN Surabaya, Senin, 22 Agustus.

Modus ini, lanjut Anna, terungkap saat empat saksi menjalani pemeriksaan sidang saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Menurut Anna, antara satu saksi dengan saksi lainnya juga memiliki keterangan yang sama terkait apa yang dilakukan MSAT alias Mas Bechi. Salah satunya soal ritual mandi kemben.

"Jadi saksi yang lain itu juga dalam keterangan yang sama. Dia harus menjalani ritual mandi kemben, kalau itu cerita fiktif atau tidak ya memang seperti itu. Ini bagian dari runtutan proses," ujarnya.

Anna mengatakan, sebenarnya ada 15 orang yang memberikan keterangan serupa. Namun tidak semuanya berani menjadi saksi, karena mereka takut, sehingga tidak berani menanggung risiko dikeluarkan dari Pondok.

"Saksi-saksi yang memberi keterangan adalah saksi yang teruji dan memang disituasikan keluar dari Pondok Pesantren, semua dikeluarkan," katanya.

Sementara soal dua peristiwa yang berbeda yang dipersoalkan pengacara MSAT alias Mas Bechi, Ana menjelaskan ketidaksamaan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain, karena memang rentang waktu kejadian yang dilakukan Bechi berbeda.

Peristiwa pertama ada tiga orang korban, yang berada di lokasi yang sama. Sementara dua korban lainnya di peristiwa berbeda.

Satu dari dua korban tersebut menjadi korban sejak usia 15 tahun dan terjadi di tahun 2012. Korban tersebut berbeda dengan korban yang melapor ke Polres Jombang pada 2019, yang kini kasusnya disidangkan di PN Surabaya.

"Akhirnya ditarik dari runtutan peristiwa satu dengan yang lainnya, kesamaannya adalah menggunakan relasi kuasanya mendidik anak asuhnya," katanya.