Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menghitung ketahanan APBN tahun 2022 karena belanja subsidi sudah mencapai Rp502 triliun.

"Angkanya gede sekali. Ini yang harus kita tahu untuk menahan agar inflasi tidak tinggi. Tapi apakah terus menerus APBN akan kuat? Ya nanti akan dihitung oleh Menteri Keuangan,” kata Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara, Jakarta, Kamis 18 Agustus dinukil dari Antara.

Pemerintah sepanjang 2022 ini sudah menahan APBN untuk mampu menggelontorkan subsidi ke masyarakat. Belanja subsidi itu agar harga energi dan pangan yang dikenakan ke konsumen tidak meningkat drastis.

Pemerintah terpaksa melakukan intervensi karena ketidakpastian geopolitik global tahun ini telah menekan rantai pasok komoditas energi terutama pada sisi suplai. Hal itu mengakibatkan terjadi kenaikan harga komoditas untuk barang energi dan pangan di pasar global.

Karena itu, dengan belanja subsidi dan juga kompensasi, pemerintah berharap daya beli masyarakat terjaga dan laju inflasi nasional terus terkendali.

"Angka inflasi di 4,94 persen tadi masih didukung dengan ketidaknaikan, tidak naiknya harga BBM kita, Pertalite, Pertamax, solar, LPG, listrik. Itu bukan harga sebenarnya, bukan harga keekonomian itu harga yang disubsidi pemerintah yang besarnya subsidinya Rp502 triliun,” kata Presiden Jokowi.

Hingga Juli 2022, inflasi nasional secara tahunan masih berkisar di 4,94 persen (yoy).

Presiden menyebutkan inflasi di negara lain jauh lebih tinggi daripada Indonesia, seperti Amerika Serikat yang sebesar 8,5 persen, kemudian Uni Eropa juga mencapai 8,9 persen. Bahkan, kata Presiden, terdapat negara yang inflasinya mencapai 79 persen.

“Karena momok semua negara ini inflasi, momok semua negara inflasi,” kata Presiden Jokowi.

Pemerintah saat ini masih menghitung mengenai kemungkinan perubahan harga BBM subsidi Pertalite, karena kuota yang ditetapkan di APBN 2022 terus menipis.

Diberitakan sebelumnya, sampai Juli 2022, BUMN PT Pertamina mencatat konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter. Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kiloliter.