Anies: Pergub 23/2022 untuk Hindari ‘Pengusiran Halus’ karena Pajak
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan/DOK Instagram aniesbaswedan

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan bertepatan dengan HUT Ke-77 RI, pihaknya mulai mengimplementasikan Peraturan Gubernur Nomor 23 Tahun 2022 tentang PBB-P2 dengan tujuan besar menghindari pengusiran halus karena pajak.

Pasalnya, kata Anies, nilai tanah dan bangunan di Jakarta termasuk yang paling tinggi dan selalu mengalami peningkatan terus-menerus yang bisa dibilang tidak menimbulkan keadilan dan kesetaraan serta peningkatan perekonomian.

"Bila ini didiamkan, kebijakan pajak bumi dan bangunan (PBB) tanpa disadari merupakan kebijakan pengusiran warga secara sopan," kata Anies dilansir ANTARA, Rabu, 17 Agustus.

Anies mengatakan, mereka yang berpenghasilan rendah atau kondisi ekonominya lemah adalah yang paling pertama kali terdampak dengan beban PBB. Padahal, rumah adalah kebutuhan dasar manusia, hak dasar manusia untuk bisa hidup. Oleh karena itulah, Pemprov DKI Jakarta mengambil kebijakan tersebut.

Keseriusan pengimplementasian kebijakan pajak yang disebut Anies menghadirkan keadilan dan kesetaraan untuk masyarakat di Jakarta secara mereta, ditandai dengan pemberian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Elektronik (e-SPPT) PBB-P2 tahun 2022 kepada 25 wajib pajak perwakilan dari masing-masing kota administratif di DKI Jakarta dalam acara "Pajak Jakarta, Adil dan Merata Untuk Semua" di RPTRA Madusela, Sawah Besar, Jakarta Pusat, bertepatan dengan peringatan HUT Ke-77 RI.

Dengan semangat perayaan kemerdekaan, Pemprov DKI memberikan sebuah kado berupa kebijakan pajak yang adil dan merata untuk semua warga Jakarta. Kebijakan pajak yang adil dan merata ini sekaligus wujud nyata Pancasila sebagai dasar negara Indonesia hadir dalam kehidupan masyarakat Jakarta, yakni sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dengan adanya kebijakan ini, kata Anies, bangunan yang nilainya di bawah Rp2 miliar akan dibebaskan dari PBB.

Dasar pembuatan kebijakan tersebut, lanjut dia, mempertimbangkan luas minimum lahan dan bangunan untuk rumah sederhana sehat,, yaitu seluas 60 meter persegi untuk bumi dan 36 meter persegi untuk bangunan.

"Dasar ini merujuk kepada Permen PUPR yang di situ telah menata tentang standar minimal kebutuhan hidup (hunian)," ucapnya.