Kejati Kaltim Kawal Pembangunan IKN Agar Tak Ada Mafia Tanah
Wakil Kepala Kejati Kaltim Amiek Mulandari (kanan) bersama Sekretaris Otorita IKN Ahmad Jaka Santos saat seminar di Samarinda/ ANTARA/M Ghofar

Bagikan:

SAMARINDA - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) terus mengawal pembebasan tanah dan pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Kejati ingin memastikan semua berjalan sesuai prosedur.

"Pengawalan terhadap pembangunan infrastruktur pendukung IKN yang telah kami lakukan, antara lain pembebasan lahan untuk Bandungan Sepaku-Semoi, termasuk pembebasan lahan jalan tol Balikpapan-Samarinda," ujar Wakil Kepala Kejati Kaltim Amiek Mulandari, di Samarinda dilansir ANTARA, Senin, 15 Agustus.

Sedangkan pengawalan yang dilakukan hingga saat ini, dilakukan untuk mencegah sekaligus memastikan tidak adanya mafia tanah, seiring adanya isu mafia tanah di kawasan IKN, terutama di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan sekitarnya.

Dia mengingatkan kepada semua pemangku kepentingan dan pihak terkait lainnya untuk selalu menaati regulasi yang ada dalam pekerjaan di IKN, karena pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap proses pembangunan IKN.

"Hingga kini kami selalu melakukan pendampingan. Ada yang sudah selesai dan ada yang masih proses, termasuk Waduk Marangkayu di Kutai Kartanegara yang masih proses. Kami menjaga supaya semua pekerjaan berjalan sesuai pada rel," ujar Wakajati Kaltim.

Amiek melanjutkan, kejaksaan selain sebagai institusi penegak hukum dalam kasus tindak pidana, juga punya instrumen perdata dan sebagai tata usaha negara, sehingga pihaknya turut mengawal proyek strategis nasional, termasuk pembangunan IKN.

Wakajati Kaltim juga menyatakan dukungannya atas tata kelola pelaksanaan pembangunan di IKN, karena dengan pelaksanaan yang bersih, maka biaya bisa lebih murah dan lebih banyak investor yang tertarik berinvestasi.

"Kejaksaan tinggi dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Misalnya dalam proses tender dan pelaksanaan pembangunan ada yang menyimpang baik secara kualitas maupun kuantitas, tentu hal ini berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi," katanya.