KPK Lacak Kemungkinan Bupati Pemalang Jual Beli Jabatan demi Balik Modal Politik
Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Wardhani Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menelisik kemungkinan Bupati Pemalang, Agung Mukti menerima suap demi membayar biaya politik. Apalagi hartanya merosot hingga Rp7,75 miliar dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang terbaru.

Pada 2020 lalu, Mukti tercatat punya harta Rp8.991.495.564. Tapi setelah dia menjabat, harta kekayaannya malah anjlok hingga Rp1.238.068.102.

"Untuk biaya politik kita akan dalami, apakah betul ada. Bahwa saudara MAW ini (mengumpulkan biaya politik, red) karena dia diusung oleh gabungan partai politik saat mencalonkan diri itu juga akan kita dalami," kata Ketua KPK Firli Bahuri dikutip dari YouTube KPK RI, Senin, 15 Agustus.

Firli mengatakan kemungkinan Mukti mengumpulkan uang demi menduduki jabatannya saat ini sangat mungkin terjadi. Apalagi, Mukti sebelumnya duduk sebagai wakil bupati.

Hanya saja, eks Deputi Penindakan KPK itu tak mau berspekulasi lebih jauh. Penyebabnya, dari pemeriksaan awal, uang suap jual beli jabatan serta dari pihak swasta yang diterima Mukti ternyata dimanfaatkan untuk keperluan pribadinya.

"Untuk sementara ini kita masuk menemukan (uang untuk, red) kepentingan pribadinya," tegas Firli.

Diberitakan sebelumnya, Mukti ditetapkan sebagai tersangka bersama lima orang lainnya. Mereka adalah Komisaris PD Aneka Usaha Adi Jumal Wibowo; Pj Sekda Kabupaten Pemalang Slamet Masduki; Kepala BPBD Sugiyanto; Kadis Kominfo Kabupaten Pemalang Yanuarius Nitbani; dan Kadis PU Kabupaten Pemalang Mohammad Saleh.

Keenam tersangka ini terjaring OTT saat keluar dari Gedung DPR RI pada Kamis, 11 Agustus kemarin. Diduga ada pertemuan yang dilakukan Mukti dan rombongan dengan seseorang.

Dalam kasus ini, Mukti diduga mematok tarif antara Rp60 juta hingga Rp350 juta bagi peserta lelang jabatan di Kabupaten Pemalang. Pembayaran itu dilakukan melalui Adi dan jumlahnya mencapai Rp4 miliar.

Selain itu, Mukti juga diduga menerima uang dari pihak swasta. KPK menyebut jumlah penerimaan tersebut mencapai Rp2,1 miliar.