KPK Buka Peluang Tetapkan Alfamidi Jadi Tersangka Korporasi Usai Suap Eks Wali Kota Ambon
Ilustrasi Gedung KPK di Jakarta Selatan. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menetapkan PT Midi Utama Indonesia (Alfamidi) menjadi tersangka korporasi.

Langkah ini terbuka karena uang suap untuk eks Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy demi melicinkan perizinan diduga berasal dari perusahaan tersebut.

"Kami tentu juga akan analisis soal hal tersebut," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penidakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 9 Agustus.

Namun, analisa keterlibatan perusahaan itu tak akan dilakukan terburu-buru. Ali mengatakan penyidik masih fokus terhadap dugaan suap yang dilakukan Richard.

"Pada saat ini kami masih fokus pada pemenuhan kelengkapan alat bukti suapnya lebih dahulu dengan tersangka RL (Richard Louhenapessy) dan kawan-kawan dimaksud," tegasnya.

Sebelumnya, KPK mengusut asal uang suap Richard Louhenapessy. Pengusutan dilakukan dengan memeriksa sejumlah saksi, salah satunya General Manager License PT Midi Utama Indonesia Agus Toto Ganeffian.

Dia diperiksa pada Jumat, 5 Agustus lalu. Penyidik mendalami aliran uang dari Alfamidi.

Diberitakan sebelumnya, Richard dan staf tata usaha pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan prinsip pembangunan cabang ritel pada tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.

Sementara itu, sebagai pemberi suap adalah Amri (AR) dari pihak swasta atau karyawan Alfamidi Kota Ambon.

Mengenai konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2020 Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.

Dalam pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Sedangkan untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai Alfamidi, ada dugaan Richard menerima uang sebesar Rp500 juta dari Amri melalui rekening bank milik Andrew. Selain itu, Richard juga diduga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi.