JAKARTA - Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menolak undangan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi IV DPR RI soal penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.
Hari ini, Komisi VI DPR mengundang Walhi untuk memberikan amsukan mengenai penggnaan dan pelepasan kawasan hutan, serta penyusunan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja yang berkaitan dengan lingkungan.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menjelaskan alasan Walhi absen dalam undangan yang diberikan. Walhi disebut absen karena tak setuju dengan pengesahan UU Cipta Kerja.
"Walhi menolak untuk datang karena UU Cipta Kerja yang dipaksakan oleh presiden," kata Sudin saat membuka rapat di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 12 November.
Terpisah, Walhi membuat keterangan tertulis soal absennya organisasi lingkungan ini dalam RDPU di DPR RI. Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati menjelaskan ada tiga alasan pihaknya menolak pembahasan RDPU mengenai penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.
BACA JUGA:
Pertama, UU cipta kerja melakukan “pemutihan” kejahatan korporasi, dengan membiarkan keterlanjuran industri ektraktif seperti perkebunan dan pertambangan) dalam Kawasan hutan.
"Alih-alih mengatur penegakan hukum, justru diberi ruang waktu untuk melengkapi administrasi hingga 3 tahun," ungkap Nur.
Kedua, pasal afirmatif perlindungan Kawasan hutan justru dihapus dalam UU Cipta Kerja, sehingga batas minimum kawasan hutan sebesar 30 persen pada satu wilayah dihapus.
Ketiga, lanjut dia, ada potensi kejahatan korporasi, khususnya dalam kawasan hutan.
"Pasal pertanggungjawaban mutlak pada Pasal 88 di UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikebiri, redaksinya dirubah sehingga tidak lagi menjadi konsepsi pertanggungjawaban mutlak dalam penegakan hukum kejahatan korporasi dalam kejahatan lingkungan hidup," jelasnya.