JAKARTA - Dua orang konsultan pajak bernama Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas dituntut penjara masing-masing selama 3 tahun dan 4 tahun karena diduga menyuap sejumlah pejabat pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp13,5 miliar. Uang suap itu digunakan untuk merekayasa hasil perhitungan pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP).
"Supaya majelis hakim menyatakan Terdakwa I Aulia Imran Magribi dan Terdakwa II Ryan Ahmad Ronas terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Asri Irwan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Antara, Selasa, 26 Juli.
Aulia Imran Magribi adalah penerima kuasa khusus wajib pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) dan konsultan pajak Foresight Consulting, sedangkan Ryan Ahmad Ronas merupakan konsultan pajak Foresight Consulting.
Keduanya dinilai terbukti melakukan perbuatan berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jaksa Asri meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap Aulia Imran Maghribi dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Selain itu, menjatuhkan pidana terhadap Ryan Ahmad Ronas dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.
Di samping itu, membebani para terdakwa untuk membayar uang pidana tambahan masing-masing sebesar Rp750 juta kepada negara dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar, harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal para terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 1 tahun," tambah jaksa Asri.
Dalam surat tuntutannya, JPU KPK menyebut Aulia dan Ryan terbukti memberikan suap sejumlah Rp13,5 miliar kepada Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Dadan Ramdani selaku Kasubdit Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Pajak, Wawan Ridwan selaku supervisor tim pemeriksa pajak, Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak, Yulmanizar serta Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak.
"Bahwa kemudian para terdakwa juga bersama-sama mendapatkan jatah bagian 10 persen dari uang fee dari PT GMP untuk Tim Pemeriksa Pajak dan pejabat struktural tersebut, yakni sebesar Rp1,5 miliar," tambah jaksa.
Dalam perkara ini, Angin Prayitno membuat kebijakan untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan kepada wajib pajak kemudian memberitahukan kepada para supervisor tim pemeriksa pajak agar pada saat melaporkan hasil pemeriksaan sekaligus melaporkan fee untuk pejabat struktural (Direktur dan Kasubdit) serta untuk jatah tim tersebut.
Pembagiannya adalah 50 persen untuk pejabat struktural yang terdiri atas Direktur dan Kepala Sub Direktorat, sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa.
Pada bulan Oktober 2018, Yulmanizar, Febrian, Alfred Simanjuntak dan Wawan Ridwan membuat analisis risiko wajib pajak PT GMP tahun pajak 2016 dengan maksud untuk mencari potensi pajak dari wajib pajak sekaligus mencari keuntungan pribadi. Dari analisis risiko, didapat potensi pajak tahun 2016 PT GMP adalah sebesar Rp5.059.683.828.
Pada bulan Desember 2017, Yulmanizar selaku person in charge (PIC) bertemu dengan konsultan pajak dari Foresight Consultant Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Magribi. Dalam pertemuan tersebut Ryan memohon bantuan untuk merekayasa nilai pajak yang akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak atas pemeriksaan PT GMP.
Setelah pertemuan itu, lalu Yulmanizar dan Febrian menghitung nilai pajak PT GMP pada tahun pajak 2016 dan diperoleh Rp19.821.605.943,51, sedangkan untuk fee pemeriksa dan struktural pajak sebesar Rp15 miliar.
Untuk merealisasikan kesepaktan, GM PT GMP Lim Poh Ching lantas memerintahkan anak buahnya mengeluarkan cek perusahaan pada tanggal 22 Januari 2018 sebesar Rp15 miliar dengan dicatat sebagai form bantuan sosial, padahal bantuan tersebut fiktif.
Uang sebesar Rp15 miliar lalu diserahkan oleh Aulia pada Yulmaniar di Hotel Kartika Chandra pada bulan Januari 2018. Wawan Ridwan atas perintah Angin lalu menukarkan uang tersebut dalam bentuk pecahan dolar Singapura.
BACA JUGA:
Setelah uang ditukar dalam mata uang dolar Singapura ternyata uang yang dibawa hanya Rp13,2 miliar sehingga masih kurang Rp1,8 miliar. Aulia Imran dan Ryan Ahmad hanya memberikan tambahan Rp300 juta, sedangkan sisanya sebesar Rp1,5 miliar adalah fee untuk Aulia Imran dan Ryan Ahmad.